KITABMAOP

Untuk Mengingat Dan Melawan Kesepian

Post Top Ad

#hastek

ESSAI (70) BERITA MEDIA (47) CATATAN HARIAN (47) GoBlog (12) PUISI (11) CERPEN (8)

24 February 2016

2/24/2016 05:53:00 AM

Dialog Dini Hari; Edi dan Ide

@facebook Edi Fadhil 

“Adakah yang lebih indah dari semua ini /Rumah mungil dan cerita cinta yang megah /Bermandi cahaya di padang bintang /Aku bahagia”
Itu penggalan lirik lagu Tentang Rumahku, judul sekaligus nama album perdana band yang berasal dari Bali, Dialog Dini Hari (DDH). Band indi yang dibentuk pada tahun 2008 ini beraliran lagu lagu blues tentang keresahan hati, isu sosial dan kegamangan hati sang personilnya. Saya menyukai beberapa lagu mereka karena seorang tukang memasak paling terkenal di Komunitas Kanot Bu, Tepank Fajriman sering kali memutarkan lagu lagu Dialog Dini Hari kala ia sedang memasak atau mengulek sambal Monica Belluchi, begitu nama yang Tepank tabalkan sewaktu saya mencicipinya.
Mendengar lagu Tentang Rumahku yang dinyanyikan oleh Dialog Dini Hari dengan tiga personelnya, membawa saya pada sosok Hamba Allah penyumbang tersering pada list gerakan membangun rumah kaum miskin desa. Program Rumah Harapan yang digerakkan oleh Edi Fadhil, seorang pemuda yang menggunakan media sosial fesbuk, mengumpulkan sumbangan dari orang orang yang ingin menabung untuk dunia-akhirat. Edi seorang pemuda yang sok sibuk mengurus dan membantu bangun rumah kaum miskin desa. Kasihan Edi, macam tidak ada pekerjaan lain saja yang lebih penting ia lakukan.
Sebagai pengabdi negara, dia harusnya duduk manis saja di kantor sambil apdet model jam terbaru di oldshop, menjelajah internet tentang harga tiket murah untuk liburan ke Malaysia, Singapure atau Thailand, pada akhir tahun. Atau selemah lemah bersantai maingame di ruang kerjanya. Atau paling kurang lagi haha hihi di warung kopi dengan baju dinas kebanggaan para orang tua dan mertua atau Edi bisa mikir bagaimana mengolah proposal proposal fiktif bersama organisasi abal abal untuk memperkaya diri dengan taksiran persen uang muka sekian jutaan.
Harusnya Edi duduk di kantor. Pura pura terlibat membantu orang orang berurusan dengan birokrasi dan kerjaan lain dari pimpinan sambil menunggu dan meminta jatah uang kopi. Lumayanlah untuk biaya liburan ke luarnegeri atau ke provinsi tetangga pada akhir pekan.
Dengan duduk manis di meja kantor saja, Edi tak perlu bersusah payah harus bertemu dan mengajak anak muda dan relawan lain untuk membantu pembangunan rumah yang layak, dan tentu saja pantas huni bagi penduduk miskin desa. Sunggguh, gaya hidup Edi menurut saya kurang piknik. Ia tidak belajar dari senior pengabdi lain atau sesama teman pengabdi negara yang lebih cerdas memprotes terkesan dizalimi karena pihak dinas urusan kepegawaian telat bayar gaji, menuntut kenaikan gaji. Walau sering kali mereka asyik main waifi di warung kupi. Dengan menunggu gajian tiap awal bulan, dia bisa hidup bahagia dan kaya raya bersama keluarga dan istri. Kalau sudah kaya raya, tinggal bangun mewah rumah sendiri, tinggal bersama anak istri tercinta. Ini? Halah, Edi kasihan sekali nasibnya jadi pegawai harus membantu orang orang miskin desa untuk bisa hidup dalam rumah yang layak dan pantas. Ini zaman kelezatan bakda perdamaian selepas amuk peluru dan amuk laut.
Mestinya Edi bisa duduk santai sebagai pegawai biasa sambil menerima gaji setiap bulan ditambah dengan uang sppd hasil olahan. Ngak perlu repot repot habiskan waktu dan tenaga untuk membantu warga dan anak anak yang butuh dorongan dalam bersekolah karena tidak ada biaya.
Pemuda seperti Edi, Entah apa tujuan hidupnya yang telah sukses jadi pegawai –demikian asumsi sukses bagi orang kita di Aceh-, ngapain dia menghabiskan gajinya untuk membiayai diri sendiri ke wilayah pedalaman Aceh, bertemu dan mencari keluarga miskin yang pantas dibangun rumah layak huni.
Edi entah dari mana muncul ide menggalang kekuatan menggerakkan hati manusia penderma lain untuk mau terlibat bangun rumah warga miskin desa. Bangun rumah berjamaah. Anehnya Edi tidak narsis bagikan link berita berita di status fesbuk tentang kegiatannya yang demikian banyak ditulis di media atau terekam dalam liputan reporter televisi. Tapi saya ngak habis mikir lagi, kenapa ada politisi dari lembaga negara yang memuja muji atas kinerjanya itu. Cermin mana cermin!? Apa ini sebagai alat untuk meraih simpati dari rakyat yang sudah demikian muak dan lelah atas buruknya perilaku dan perangai wakil mereka di legislatif?
Etapi ngak perlu heran dengan kondisi demikian, sudah hal lumrah dan wajar para pegiat politik di kampung kita memang begitu. Bukan tidak mungkin bulan depan akan heboh lagi dengan berita ada pejabat negara yang melaporkan rumah warga miskin harus dibangun kepada Edi Fadhil, harusnya mereka bisa lakukan sendiri toh!
Beberapa dari kalian juga lebih aneh lagi, mau usung EF dengan memasang foto dia untuk menjadi Calon Gubernur. Hei, kalian mikir bangun rumah dhuafa itu tugas pemangku pemerintah? Kalian salah besar atas itu. Warga miskin di Aceh itu salah mereka sendiri jadi miskin, harusnya mereka kerja kerja kerja, bukan mengeluh minta dikasihani sama pemerintah. Warga miskin dilarang tidur dan asyik duduk nongkrong di warung kopi kayak adek-abang peugawoe nanggroe dan tenaga kontrak yang Cuma bisa ngehe doang setiap jam kerja di warung kopi sambil main gadget, posting foto selpin ke instagram atau chek in path sedang mamam di warung kari kambing.
Ide atas kerja Edi ngak usah ditiru oleh pemerintah, sebagaimana beberapa dari kalian yang lemparkan wacana itu di media sosial atau komen di status fesbuknya. Kalian mikir pemerintah sanggup lakukan hal begitu? Ngak akan bisa terjadi keles. Itu kerja kerja bangun rumah dhuafa bukan kerjaan pemerintah, memang sudah nasibnya masyarakat kita yang miskin. Lalu apa kalian mikir ide bangun rumah ala Edi akan dilakukan oleh dedek-dedek gemes doyan selpie di luar negeri yang lagi kuliah esdua atas biaya pemerintah daerah? Ngak akan terjadi juga, mereka itu para aset bangsa Aceh dan anak terdidik nan cerdik Bahasa Inggris, yang memanfaatkan kebijakan beasiswa pemerintah di daerah untuk sekolah ke luar negeri. Apa produk karya mereka di sana kan cuma selpi-selpi kasih tampak gigi kinclong manisnya, atau paling hebat ya dimuat tulisan citizen reporter di koran cetak ternama di Aceh. Selebihnya mereka cuma bisa chek in di path lagi mamam nasi instan cepat saji di restoran megah luar negeri dan sebarkan foto dengan latar taman indah di instagram. Apa mereka ada mikir berapa ratusan juta biaya yang dikeluarkan pemerintah di Aceh untuk biaya hidup dan kuliah mereka. Apa selepas esdua mereka akan mengabdi dan atau menyisihkan gajinya untuk membantu adik-adik agar bisa sekolah, seperti yang Edi lakukan!? Lha Edi bukan penerima beasiswa pemerinta keles.
Sudah ya, saya terlalu banyak merepet. Kata kawan saya yang tidak ingin disebutkan namanya; kalau ngak bisa bantu, jangan nyusahin. Ngak usah protes sana sini dan syirik karena ngak dapat beasiswa ke luar negeri, salah sendiri dulu ngak belajar Bahasa Inggris. Bahasa yang pernah dicap bahasa kapir oleh nenek moyang kita.
Sebelum habis kalian baca tulisan sampah repetan ini, ada yang terpikir oleh saya sampai sekarang masih penasaran dengan sosok misterius yang sudah menyumbang capai ratus jutaaan via Edi Fadhil. Itu saya lihat namanya di list laporan yang ditulis Edi di laman fesbuknya. Bagi kalian yang kerap memantau status dan laporan pertanggung jawaban sumbangan masuk ke nomor rekening bank milik Edi, kalian mungkin juga akan bertanya siapa sosok penyumbang atas nama “Dini Hari?” Apa jangan jangan ada hubungannya dengan band Dialog Dini Hari yang saya kutip liriknya di atas? Toh mereka sudah menuliskan dalam bentuk lagu tentang rumah yang layak huni sebagaimana digambarkan oleh Dialog Dini Hari dalam lirik lagunya itu.
Tapi kan biasa kalau artis menyumbang ngak ada tutupi pakai nama samaran lah, pasti undang media dan diumbar besar besar saat mereka ada bantu warga miskin atau sedekah kepada anak yatim. Saya rasa personil band Dialog Dini Hari ngak ada hubungan apa apa dengan penyumbang bernama “Dini Hari.” Band Dialog Dini Hari juga ngak bakalan tau apa apa tentang gerakan rumah impian yang dilakukan oleh Edi Fadhil bersama seluruh relawan yang terlibat di dalamnya.
Menurut info intelejen jaringan kami, nama penyumbang “Dini Hari” adalah seorang warga keturunan Aceh yang telah lama bermukim di Pulau Jawa. Niatnya menyumbang dan peduli untuk membangun rumah warga miskin di Aceh, sungguh luarbiasa ikhlasnya. Padahal sosok ini bukan penerima beasiswa pemerintah. Eh. Tidak pernah sebutkan siapa sosok beliau ini. Sungguh benar benar inspirasi dan jadi cermin bagi kita yang bermukim di Aceh, punya kelebihan makanan dan rumah megah.
Sebagai perwakilan keresahan orang orang yang tak punya rumah, Band Dialog Dini Hari telah menyuarakan resah orang orang tak ada rumah dalam lirik lagu Tentang Rumahku: “Aku ingin pulang, tapi rumah entah di mana.”
Sudah ya, saya pamit. Rugi benar waktu kalian membaca tulisan sampah penuh repetan ini tak jelas tujuannya. Mending kalian yang penasaran dengan lagu Dialog Dini Hari, bisa langsung mencarinya di situs yutub. Sambil kalian mencari di mana rumah calon mertua, bagi yang masih lajang tentunya ya. Salam kupi pancong! [ sumber tulisan: aceHTrend.co / kamis, 18/02/2016]

05 February 2016

2/05/2016 06:05:00 AM

Dear Adinda Bella, Izinkan Kakanda Menghalalkanmu

Ukhty, jauh lebih manis pakai jilbab yang simpel begini. Apalagi memakai baju berbunga bunga. Itu yang sebelah kanan dek Bella, mirip saya waktu kecil :P | ig: laudyacynthiabella

Ke hadapanmu Ukhty Laudya Cynthia Bella. Kenalkan saya Ketua Kaukus Jomblo Peduli Syariah dan Ketua Tanfidziyah Ikatan Jomblo NU Aceh. Kali ini Kanda sangat resah, melebihi resah menjawab pertanyaan kawan kawan Abang selama tigapuluh tiga tahun bertanya tenang kenapa Abangda belum menikah. Engkau tau, Ukhty? Abang masih menunggu jawabmu untuk setuju ke pelaminan.

Hai, Ukhty Bella. Kali ini abangda ingin cerita padamu. Tentang sikapmu yang mau bela-belain jadi pengiklan jilbab yang bersertifikat halalan tayyiban. Sebagai penggemar dan fans garis militan, jujur kalau ana harus katakan; sekali ini Kakanda sangat kecewa padamu. Melebihi kekecewaan teman abangda yang kecewa karena band favoritnya diklaim mendukung salah satu calon kandidat Gubernur Aceh 2017.

Adinda Bellla tau Aceh? Itu negeri paling ujung dari pulau Sumatera. Negeri yang sejak jaman dulu kala sanggup mempertahankan kedaulatan kerajaan bangsanya dari serangan Belanda. Negeri dengan penduduknya makin tabah dan kuat, melebihi tabah dan kuatnya hati Agus Mulyadi yang masih tetap pada posisi bertahan melawan kesepian setiap malam, yang tubuhnya rela digigit nyamuk daripada digigit seorang gadis dengan penuh belaian kasih sayang.

Ukhty Bella, lupakan soal Agus Mulyadi si lelaki kesepian itu. Ana juga tak lebih buruk nasib hati yang ombang ambing remuk redam atas perjalanan pada bab cinta mencintai. Ukhty Bella, ana kecewa padamu kali ini bersebab tau engkau yang baru saja jadi gadis hijab beberapa waktu lalu, kini telah menjadi tukang jualan jilbab Zoya. Merek jilbab yang sudah klaim dirinya mendapat sertifikat halal dari lembaga yang kerap keluarkan surat keputusan satu produk halal atau harOm. Lembaga yang kerap putuskan tingkat satu keimanan dan keyakinan kami dalam berbangsa tanah dan berbangsa air. Ya, MUI. Majelis Ulama Indonesia. Ukhty Bella mesti tau, di Aceh kami tidak mengenal yang namanya MUI. Kami lebih mengenal MPU, Majelis Permusyawaratan Ulama. Nama lain dari sebutan MUI tingkat provinsi. Soal nama lembaga kami di Aceh berbeda Ukhty, Aceh yang dikenal negeri berpuluh ribu serdadu dan amuk peluru. Negeri yang sepuluh tahun lalu merasa gemuruh amukan laut ke daratan. Aceh adalah daerah model dan daerah modal, begitu lazim kami dengar.

Ukhty Bella, Abangda benar benar kecewa padamu ketika menjadi pengiklan jilbab Zoya yang sudah halal. Ukhty tau ngak? Ibunda saya –yang juga akan jadi Ibunda Mertua dik Bella- akan merasa bersalah dan kecewa karena selama ini beliau hanya memakai jilbab biasa, tak bermerek pula. Ibunda kami di kampung kampung tak pernah tau soal jilbab halal atau haram, beliau saat turun ke sawah kadang kala hanya memakai kerudung kain sarung sebagai penutup kepala. Beliau tak paham soal jilbab dan jilbaber yang sedang trend ala mbak-mbak yang mengakui lebih islam daripada Ibunda kami di kampung.

Ukhty perlu tau, Ibunda saya tercintah tak pernah paham kain penutup kepalanya terbuat dari bahan apa. Baginya hal terpenting hidup adalah tidak memakan harta anak yatim dan mengambil jatah fakir miskin, itu lebih terhormat daripada memilih milah jilbab halal dan haram.

Ukhty, ana makin kecewa sebab engkau terlalu ngotot mengkampanyekan jilbab zoya itu halal. Ana jadi berfikir, jika saja ada jilbab yang halal, apakah jilbab yang saya pakai itu haram? Eh maksud saya, jilbab yang teman teman saya yang cewek. Saya ngak pernah pakai jilbab seumur hidup saya, Ukhty. Sebab kaum laki-laki tak diharuskan menutup rambut dari pandangan orang yang tak berhak. Ini juga jadi kesempatan kami untuk bisa menampakkan rambut klimis dan sebeng seperti Ariel Peterpen kepada gadis gadis manis manja yang mesti kami selamatkan hidupnya dari pelukan lelaki yang salah. Ke pelukan lelaki yang saleh seperti saya, lelaki yang akan menjadi calon imammu kelak, Ukhty.

Adinda Bella, jika saja jilbab Zoya bersertifikat halal, dengan klaim jilbab syari’i berlabel kebohongan dan tipu tipu untuk meningkatkan penjualan, kami sangat bersedih dik. Ada banyak jilbab jilbab tak bermerek yang diproduksi oleh kaum ibu ibu dengan jumlah produksi kecil ala rumah tangga akan kalah bersaing dengan brand ambassador zoya yang Adinda Bella kampanyekan itu. Ukhty enak, kampanyekan jilbab halal bisa dapat barokah yang luarbiasa dengan pemasukan iklan. Lha kami ini jangankan bisa beli jilbab untuk hadiah ulang tahun pacar, untuk mengumpulkan biaya halalkan gadis saja susah minta ampun. Apalagi di Aceh, Dinda. Kadang beberapa kawan kami harus mengkontra intelejen konspirasi wayudi segala dengan menyuruh sekumpulan orang untuk grebek kami yang sedang berpacaran, kena gebuk sekali dua kali ngak apa apa, sebab kami akan dinikahkan oleh orang kampung, atau jodoh bagi kami di Aceh kadang kala berakhir di tangan WH (polisi syariat).

Adinda Bella, sebagai calon gadis yang akan jadi Ummi untuk anak anak kita kelak. Engkau mestinya lebih cerdas lagi bersikap tentang tak membedakan mana jilbab halal dan jilbab haram dalam berdakwah. Ana tau Ukhty, kamu tanpa memakai jilbab Zoya sekalipun, sudah tampak anggun aduhai bukan kepalang. Engkau tau Ukhty, kecantikan bahkan bikin ana tidak bisa tidur sebelum menatap poster wajahmu yang sengaja tertempel di kamar. Sebagai pengantar untuk bisa bermimpi basah, tentu saja bersamamu Ukhty.

Menyebut nama Zoya awalnya saya teringat merek susu. Soalnya saya tidak begitu apdet sama fesyen adek-adek kece jilbaber syariah dengan kerudung dililit seperti sarang burung atau mirip cerek air. Rumit sekali sepertinya. Apa mereka ngak tau kalau hidup ini sudah demikian rumit ditambah lagi dengan bentuk lilitan ke sana kemari di kepalanya? Tapi itu ngak rumit, kalau engkau mau menerima Abangda sebagai calon imammu, Ukh.

Melihat wajahmu di baliho dengan pertanyaan baliho iklan Zoya yang: yakin hijab yang kita gunakan halal? adalah cara iklan paling mujarab untuk menyukseskan sebuah produk yang mudah meraih untung pasar. Ukhty kasih tau sama MUI agar lebih paham, bagaimana kontroversi atas ini, kasihan kan produk-produk industri rumah tangga modal kecil harus melawan produk kapitalis yang besar ini. Emang siapa yang jamin kalau kain digunakan oleh Zoya dalam bikin jilbab itu halal? Di jamin sama MUI, lembaga yang kerap kontroversi dengan label produk produk yang sudah mereka labeli halal atau harOm?

Adinda Bella, mending sekarang mikir mikir lagi deh soal putuskan kontrak brand ambassaor dengan zoya. Sebaiknya antum mikirin diri sendiri saja tentang persiapan kapan dik Bella siap untuk abangda lamar? Akan abangda datangi orangtaumu untuk menghalakan dirimu di kantor urusan agama. Jangan sampe menunggu waktu aturan lain yang untuk beribadah nikah saja harus menunggu sertifikat halal dari MUI. Kalau ini terjadi, alamat makin banyaklah populasi lajang kesepian tak bisa berumahtangga.

Adinda Ukhty Bella, jika sudah benar benar siap untuk engkau ana halalkan, cepat kasih tau ya. Bisa cepat kita boking tempat perhelatan dan waktu di Masjid Raya Baiturrahman. Mensyen aja akun ana di twitter @azirmaop. Mie Aceh aja rasanya enak, apalagi nikah sama pemuda Aceh seperti Abang. InsyaAllah kita akan bahagia dan jadi keluarga barokah selamanya. Apalagi kami di sini ada bantuan hibah dari pemerintah daerah; Jaminan Mahar Aceh (JMA). Itu bisa membantu kita kelak, Ukh.

Syukran Ukhty, mikir mikir lagi soal jadi pengiklan Zoya ya. Mending tinggalkan kontroversi jilbab sertifikat halal itu, kita akan menikah dan mending kita berdua ke Sabang naik kapal pesiar sambil minum susu soya. Sehabis minum susu kamu. Eh, maksudnya susu yang kamu buat. #PelukTembok. []