KITABMAOP

Untuk Mengingat Dan Melawan Kesepian

Post Top Ad

#hastek

ESSAI (70) BERITA MEDIA (47) CATATAN HARIAN (47) GoBlog (12) PUISI (11) CERPEN (8)

26 September 2014

9/26/2014 08:07:00 AM

Begini Efek Kalau Pilkada DPRD

@ilustrasi 

Dini hari semalam kita sebagai rakyat yang hidup di Indonesia telah melihat bagaimana sebuha rapat paripurna berlangsung di gedung megah DPRD yang diikuti oleh para wakil rakyat dari berbagai partai dan daerah seluruh Indonesia. Beberapa kali terjadi debat dan mengarah pada rusuh, dapat kita lihat dan mendengar pandangan para angota DPR kita itu berbicara dengan semua mengatasnamakan rakyat. Pertanyaannya, apakah mereka sudah benar benar mewakili kita sebagai suara rakyat?

Saya tidak menjawab iya atau tidak disini, silakan kalian jawab dalam diri masing masing. ya begitulah perangui anggota DPRI kita. Para orang orang yang dianggap sebagai terhormat. Baik, semalam sudah ditetapkan UU Pilkada ke depan akan dilaksanakan pemiliha kepada daerah yang dipilih oleh anggota DPRD. Tidak lagi dipilih oleh setiap orang rakyat, secara langsung sebagaimana yang terjadi 10 tahun ini.

Lalu apa efek ke depan, jika pemilihan kepada daerah akan dipilih oleh anggota DPRD (di Aceh disebut DPRA/DPRK)? Untuk Aceh, tentu UU Pilkada ini tidak berlaku, karena Aceh sejak 2006 sudah ada UU tentang Pemerintah Aceh (UUPA) yang mengatur kalau kepala daerah dipilih secara langsung, aku lupa bagaimana bunyi pasal itu.

Jika pilkada DPRD dilaksanakan, maka ke depan tidak ada lagi timses yang seramai pilkada langsung, para tukang bikin spanduk akan tidak ada lagi order, omset bisnis mereka akan berkurang. Tukang ikat spanduk para calon kepada daearah juga ngak dapat order lagi. Rakyat tidak lagi menerima kain sarung dan sirup cap patong. Para anak muda tidak lagi dapat jatah makan makan ala potong kambing disetiap desanya.

Rakyat tidak lagi dapat jatah ngopi gratis, karena acara ngopi yang super hebat akan dihadiri oleh para wakil rakyat dikelas hotel mewah. Lobbi lobi para jin akan dilakukan disana. Rakyat cuma bisa makan angin dan minum sangak cap raheung dari luar. Timses yang dibentuk sudah sempit, dair kalangan atas semua. Para pemain elit yang menyediakan uang begitu besar untuk bisa mendapatkan dukungan dari anggota DPRD.


Tidak usah lagi kalian berharap para calon kepala daerah itu akan turun ke masyarakat, tidak perlu lagi kalian harapakan para kepala daerah itu nantinya akan benar benar membangun daerahnya sesuai dengan kepentingan rakyat. Kepala daerah lebih takut kepada DPRD dibandingkan kepada rakyat. Inilah kemunduran bagi kita bangsa yang hidup di Indonesia. Inilah masa kita kembali ke era orde baru. Dan hari ini dapat kita lihat, sisa sisa watak licik suharto masih ada diruang kepala para wakil rakyat DPRI, yang kita saksikan semalam.

Dan untuk Aceh, akan berbeda dan tidak ada efek dari UU Pilkada itu. Solidaritas rakyat Aceh untuk mendukung Pilsung tetap dilaksanakan bagi daerah provinsi lain sangat luar biasa, saya melihatnya di media sosial sejak malam kemarin. Padahal UU Pilkada via DPRD yang disahkan semalam ngak berlaku di Aceh, Aceh tetap dilakukan secara LANGSUNG karena ada UU-PA. Solidaritas rakyat Aceh ini layak kita sebut, Aceh masih cinta NKRI. Artinya Aceh telah benar benar jadi bangsa Indonesia :P []


22 September 2014

9/22/2014 09:50:00 AM

Status Medsos Dan Etika Kutip Mengutip



Semalam seorang teman blogger yang juga wartawan sebuah media online di Aceh, meminta izin untuk mengutip isi timeline akun twitter saya, tentang sebuah kultweet yang mengkritisi kebijakan pemerintah di Aceh. Saya memberi izin dikutip dan mengatakan: "terimakasih bang telah meminta izin kepada saya"

Saya senang sekali dan merasa sangat dihargai. Kutipan status fesbuk di media sosial oleh wartawan menurut saya penting mendapatkan izin kutipan itu dari yang bersangkutan. Apalagi akses si wartawan dengan narasumber tersebut mudah diakses, kan tidak ada salahnya konfirmasi kepada yang bersangkutan. Ini menyangkut soal privasi, update status di media sosial  para tokoh publik figur  hanya untuk dibaca oleh teman temannya saja, ya untuk konsumsi publik terbatas. Tentu mereka akab berhati hati ketika ketika media mainstream meminta kutipan atas status sosia media mereka.
 via maxmanroe.com

Nah kalau itu sudah dikutip oleh sebuah media online, akan sangat berbeda reaksinya. Ini penting, makanya saya sangat menghargai seorang wartawan untuk meminta izin atau mengkonfirmasi langsung tentang apa yang ingin dikutip ke medianya. Kan tidaklah itu jadi beban si wartawan hanya untuk mengkomfirmasi.

Saya tidak tau pasti bagaimana aturan jurnalistik yang memang bisa mengutip status facebook/twitter seorang tokoh publik figure, jika memang dia seorang tokoh yang sudah jadi pejabat Gubernur/ Bupati/Walikota dan jabatan negara lainnya, maka sudah sepantasnya itu dikutip tanpa mengkomfirmasi kepada yang bersangkutan. Toh pejabat itu sudah sebagai tokoh  publik, dia juga paham dan tau diri bagaimana berkomunikasi di dunia maya. Saya rasa memang wartawan sudah paham soal ini mengenai etika berkomunikasi.

Untuk para tokoh yang bukan pejabat negara, artinya dia tidak makan gaji setiap bulan dari uang rakyat, kalau dia sebagai tokoh masyarakat, tokoh aktivis dan sebagai petinggi disebuah lembaga, maka menurut saya penting sekali media cetak/online untuk meminta izin kutipan status facebook/twitter kepada yang bersangkutan. Sebab sekali waktu kadang si tokoh itu hanya ingin berkomentar cukup diketahui oleh temannya di facebook saja.

Memang facebook adalah media publik terbatas, tapi kalau media cetak/online itu terbuka, bisa dibaca oleh siapa saja. Akan berbeda ketika status sosial media itu dikutip oleh sebuah media cetak/online dan dilemparkan ke publik yang lebih luas.

Ah ini cuma tulisan dungu, saya tidak mungkin mengajari media cetak dan online yang sudah paham soal etika jurnalistik, saya menulis ini cuma ingin mengatakan kepada semua orang, status facebook dan twitter dari saya tidak boleh dikutip tanpa meminta izin kepada saya. Ini mungkin berlebihan, toh saya cuma orang biasa saja. Tapi ini saya tulis karena pernah dua kali isi twitter saya dikutip oleh sebuah media online di Aceh tanpa meminta izin kepada saya. []



18 September 2014

9/18/2014 09:42:00 AM

Pernah Ditolak Calon Mertua? Nyanyikan Lagu Ini






via @ournameisMAGIC
KITABMAOP- Kamu pernah tidak mendapat restu dari calon mertua sewaktu meminta izin untuk menikah dengan anak gadisnya? Dengarkan lagu MAGIC! ini yang berjudul "Rude" mungkin akan bikin kamu happy dan enjoy. Mungkin itu bisa jadi kamu untuk bisa cepat move on dari mantan.

MAGIC! band genre reggae-fussion asal Kanada ini saya dengarkan pertama kali dari seorang teman ketika sedang ngopi di sebuah warkop. Saya menyukai musiknya yang reggae itu, bikin manggut-geleng kepala sewaktu mendengarkannya, tanpa ada menghisap ganja sekalipun. Karena penasaran, saya kemudian bertanya tentang judul judul lagu yang dia putarkan itu. Youtube adalah salah satu tempat untuk mudah mendapatkan lagu tersebut.

Lagu ini bercerita tentang seorang pria yang ingin menikah dengan pacarnya. Tetap sang ayah si gadis menolak lamaran pria tersebut. Hingga sang vokalis MAGIC!, menciptakan lirik lagu ini. Lagu Rude sukses diblantika musik dunia, walaupun di negera mereka lagu ini tidak begitu populer.

Sang Vokalis MAGIC! Nasri Atweh ternyata seorang keturunan Palestina. Orang tuanya adalah imigran yang tinggal di Kanada. Band ini terbentuk pada tahun 2012, berkat lagu Rude, MAGIC! melejit hingga dikenal oleh seluruh negara, mungkin karena pada penikmat lagu Rude ini adalah para pria yang ditolak lamarannya oleh calon mertua.

"Di benakku terlintas saja tentang pria yang meminta restu nikah kepada calon mertuanya tetapi ditolak," ujar Nasri sang vokali sebagaimana saya kutip dari kapanlagi.com. Lagu ini terinspirasi dari kejadian mantan pacara si vokalis yang kesal dengan pacarnya saat sedang mabuk.

gambar via www.dimex1.com 
Can I have your daughter for the rest of my life?
Say yes, say yes 'cause I need to know.

[Bisakah saya memiliki putri Anda selam sisa hidup saya?
Katakanlah Iya, katakanlah Iya, karena saya perlu tau]

Huft, itu sederhana sekali pertanyaannya bro. Tapi butuh keberanian yang luar biasa untuk bertanya soal itu kepada calon mertua. Lalu karena penasaran saya coba terjemahkan juga lagu itu dengan translate google, pada lirik

"You say I'll never get your blessing till the day I die' Why you gotta be so rude?  
I'm gonna marry her anyway"

[Anda mengatakan saya tidak pernah mendapatkan restu hingga aku mati.
Mengapa kau begitu kasar? Bagaimanapun aku akan menikahinya]

Si pria itu juga dengan penuh harap mengatakan kepada calon mertua bahwa apapun yang terjadi, dia akan menikahikan putrinya. dan akan jadi bagian dari keluarga si bapak itu.  Beuh!  itu nekat banget bos, bawa lari aja itu gadis, nikahnya sama kadi liar aja.

Penasaran mendengar lagu MAGIC! itu? buka saja yutub dan search saja judulnya. Di akun twitter official MAGIC!, lagu ini telah didengarkan oleh penggunjung yutub sebanyak 126 juta lebih,  hingga tanggal 18 September 2014. Itu belum lagi dengan yang diupload dari akun yang lainnya. Ada berbagai versi juga dinyanyikan. Memang not medicine song this [hana ubat lagu ini]



13 September 2014

9/13/2014 02:04:00 AM

Ospek itu Bernama SIKAT!


KITABMAOP- Berbicara tentang SIKAT (Silaturahmi Keakraban Aneuk Teknik) Saya ingin mengulang kaji kenangan sedikit tentang ospek yang sebagian orang dianggap cara cara kekerasan itu. Saya jelas menolak sebutan SIKAT sebagai bagian dari kekerasan. Bagi saya SIKAT itu penting untuk membikin mahasiswa baru tau karakter dan diri dalam memasuki dunia kampus yang begitu jauh berbeda dengan kondisi sekolah.

Sebagai sebuah catatan harian ini, sebelum mengulas lebih jauh tentang apa penting atau tidaknya seorang anak culun dari SMA ketika telah lulus jadi mahasiswa di Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala. Sebelum lebih jauh catatan ini ditulis, saya ingin jelaskan sedikit tentang latar belakang saya. Ini mungkin terlalu berlebihan menulis tentang diri sendiri.

Saya berasal dari Bireuen, tepatnya dipedalaman kecamatan Kutablang. Basis di mana era tahun 1999-2002 kami anak remaja dikampung, lebih bangga duduk bersama orang orang yang memegang Handy Talky dari orang orang perjuangan Aceh, dibandingkan dengan menjadi seorang nasionalis Indonesia. Masa dimana kami lebih memilih tidak mau ikut upacara dan membenci pelajaran PPKN, Bahasa Indonesia dan hal hal yang berbau pancasila dan Indonesia.

Saya tamat di jurusan Teknik Pengolahan Logam (TPL) STM Negeri Bireuen tahun 2001. Bermodal sangak cap raheung dan nekat dengan ijazah andalan STM, ikut UMPTN (Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri), kalian bisa bayangkan bagaimana dungunya kami menjawab soal soal IPA yang ribet, di STM jam mata pelajaran matematik itu cuma 2 jam/minggu. Di SMA? 8 jam/minggu! Bahasa Inggris, Fisika juga 2 jam/minggu.

Saya terpaksa kuliah karena Mak yang memaksakan harus kuliah di Banda Aceh. Keinginan saya waktu itu tetap bisa bekerja jadi teknisi mesin bubut di bengkel-bengkel ternama di Bireuen kandas di tengah jalan. Tapi Mak ingin selamatkan saya dari kondisi kampung yang sedang berkecamuk adu peluru dari kubu para serdadu. Teman teman seangkatan di kampung umumnya memilih membantu atau langsung jadi bagian dari GAM, walaupun posisinya hanya sebagai pasukan jaga radio (HT). Beberapa ada yang "diselamatkan" oleh saudaranya merantau ke Pulau Jawa, Batam dan Malaya. Saya "diselamatkan" dengan harus kuliah ke Banda Aceh, kota di mana perang tidak begitu riuh dibandingkan di kampung-kampung saat itu.

Almarhum Ayah saya seorang guru SD, meninggal karena sakit sewaktu saya kelas 1 STM, 5 Maret 1999. Ibu saya petani, kami modal kuliah hanya mengandalkan hasil dari sawah dan pelihara ayam petelur dikampung. Sewaktu STM saya sudah bekerja sebagai buruh penambang pasir di sungai Peusangan, jadi tukang angkat pasir dari pantai ke truck. Soal ongkos itu begitu menggiurkan, tapi selepas engkau dari tambang pasir itu, rasa lapar bukan kepalang, ketika ke warung kopi, itu balok sekalipun enak dimakan.

Tahun 2001 namanya masih UMPTN, saya memilih Teknik Mesin sebagai pilihan pertama. Pilihan ke dua, FKIP. Ini atas pilihan keinginan Mak saya supaya jadi guru, karena saya tertarik ke Fisika, saya ambil Jurusan Fisika waktu itu. Dan hasilanya kedua pilihan itu tidak lulus. Masuk universitas negeri impian semua anak anak mantan SMA, tapi ikut seleksi UMPTN tanpa persiapan tentu sulit untuk tembus dan lolos di jurusan yang kita inginkan. Buruh persiapan yang memadai, apalagi kami dari STM yang bermodal pelajaran IPA kalah jauh dibandingkan dengan siswa SMA/MAN.

Menganggur di Banda Aceh selama setahun karena tidak lulus UMPTN. Masuk Universitas swasta tentu begitu mahal, Mak juga melarang. Kalau masuk kampus swasta, mending kuliah di Universitas Al Muslim, Bireuen. Waktu itu belum begitu maju. Tapi ya sama saja, kondisi kampung masing sering masuk serdadu, kontak senjata hampir terjadi setiap hari. Saya memilih tidak dikampung sebab kondisi kampung waktu itu lebih banyak serdadu dibandingkan sapi. Tahun 2002 atas saran kakak saya yang kuliah di IAIN untuk mengikuti bimbel. Ikut bimbel awalnya bikin pusing, saya berurusan dengan mata pelajaran IPA. Banyak yang tidak saya pahami, saya cemburu lihat anak anak SMA dikelas yang begitu jago dan lihai dalam menjawab soal atau bertanya pada tentor bimbel.

Mengikuti Bimbel sebulan bikin saya banyak paham soal trik dan tips untuk tembus UMPTN. Kami waktu itu mendaftar satu kelompok berharap bisa dalam satu ruangan, minimal tidak sendiri dalam ruang ujian. Ini penting bagi psikologi ikut ujian. di Bimbel ada bagian psikologi yang selalu dibimbing kami. Lumayan membantu saya walaupun harus bayar mahal.

Tahun 2002, UMPTN berubah namanya jadi SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Saya tetap memilih Jurusan Teknik Mesin sebagai pilihan pertama. Pilihan kedua memilih Teknik Pertanian, toh saya seorang petani sejak kecil dikampung. Demikian alasan waktu itu, namanya juga masih Teknik walau bukan di Fakultas Teknik. Akhirnya saya lulus Teknik Mesin, nama saya urutan pertama sekali. Bangga bukan main. Ada 6 orang dikampung saya yang ikut UMPTN waktu itu, cuma 2 yang lulus, satu lagi di FKH, tapi berhenti saat semester 3. Oke, lulus di Teknik adalah kebanggaan tentunya. Mak saya bangga sekali, tentu bagi kalian juga merasakan saat ditetapkan telah lulus SPMB di halaman koran Serambi Indonesia, waktu itu internet masih sulit sekali dijangkau.

Masuk Teknik Unsyiah, tentu harus ikut SIKAT, sebuah syarat agar engkau dicap sebagai "Aneuk Teknik" ini awalnya saya ketahui karena tetangga kost adalah anak Teknik 2001. Dia banyak cerita dan sedikit menakuti tentang ospek di Teknik. Dia memang cerita sedikit soal SIKAT, tentang lagu, tentang senam tengkorak tentang kompak dan ajang keakraban sesama leting. Saya tidak begitu peduli soal ketakutan yang dia bangun kalai itu, karena saya tau sekali bagaimana sebuah keakraban itu terbangun jika memang cara mengenal sesama itu tidak melalui ruangan yang berAC, alasan kedua juga karena waktu lulus STM tahun 1998, kami ikut orientasi ospek langsung oleh Tentara dari Yonif 113 Bireuen dan di bantu oleh anak anak pramuka STM. Motivasi untuk ikut SIKAT juga karena tanpa ikut SIKAT itu maka tidak dapat sertifikat yang nantinya akan begitu penting saat masuk lab dan segala keperluan lainnya.

Sebelum ikut SIKAT, kami ikut dulu ordikmaru ditingkat universitas setengah hari, di sini bisa ketawa ketawa tanpa beban dengan semua leting jurusan lain di Unsyiah, kami bertemu dengan abang abang memakai jas almamater unsyiah yang keren keren itu, kami anak anak baru juga memakai almamater, dengan baju putih lengan panjang dan celana hitam. Saya tidak memakai almamater dan ditanya oleh panitia kenapa tidak memakai, waktu itu tidak cukup uang untuk membeli saya jelaskan sama mereka. Sampai sekarang saya tidak punya almamater Unsyiah.

Setengah hari ketawa ketiwi sama panitia BEM Universitas dengan pengenalan segala hal umum dilingkungan unversitas. Siangnya lepas makan dan shalat zuhur, kami baru dijemput oleh panitia SIKAT, dari gedung Biro Rektor kami disambut ala Teknik. Baju almamater disuruh masukkan dalam tas semua. Barulah segala ketawa ketiwi sebelumnya lenyap seketika ketika penyambutan -aku tidak sepakat disebut pembantaian- dari Mentor/Panitia SIKAT Fakultas itu. Pantianya dari angkatan 1999, dan mentornya dari angkatan 1998.

Kami bertemu wajah wajah garang dan sangar tanpa memamakai jas almamater, mereka memakai tanda kain orange dilengan tangan. Kami dibariskan didepan pintu gerbang dekat Biro Rektorat, segala gertakan dimulai, mahasiswa dari Fakultas lain dijemput oleh senior masing masing. Tapi mereka diperlakuan lebih aman.

Ya namanya juga masih anak anak baru yang culun dan lucu. Ada dari yang belum mencukur rambutnya dibariskan dalam satu kelompok. Hampir selalu ada saja salah dalam menindaklanjuti perintah dari mentor kami sesekali kena push up di aspal, ada yang sit up juga. Ketika barisan sudah oke, barulah kami disuruh jalan.

Kami tidak langsung dibawa ke Fakultas Teknik. Kami dibawa ke lapangan Geulanggang, di bawah terik matahari jam 2 siang kami disoraki dengan segala perintah baris berbaris, sedikit salah sudah pasti kena setrap push up atau sit-up. Kami melakukan itu dibawah tekanan, saya beberapa kali kena push up karena menertawakan kawan disamping, dia orangnya gendung, sulit sekali push up. Jika kau melihat itu, tentu juga akan menertawakannya.

Setelah shalat Ashar, kami baru diarahkan ke Fakultas Teknik. Saat jalan di depan Teknik disuruh menunduk tak boleh melihat ke arah Gedung Fakultas. Disini lebih parah, kami bertemu dengan begitu banyak abang angkatan dengan corak berbagai model, umumnya masih gondrong, memakai celana robek dilutut, baju kaos dipadukan kemeja dengan kancing baju terbuka, memakai sepatu dan tas ransel. Yang mentor cewek garangnya juga bukan kepalang, saya terpikir saat itu. Inilah dunia mahasiswa Teknik, dengan segala gaya dan karakternya masing masing. Yang mentor cewek ini, kakak yang kece dan cakep menggertak kami yang laki laki. Mau melawan banyak sekali mentor laki laki, mana berani tentunya.

Memasuki halaman parkir teknik, dengan segala suara perintah riuh dan tidak jelas. Kami banyak jadi bingung, ketika salah sudah pasti kena sanksi, waktu sanksi dilaksanakan tidak kompak maka akan berlanjut pad sanksi selanjutnya. Hingga sore jam 6, barulah kami dapat tugas harus membawa pernak pernik alat kelengkapan SIKAT besok harinya. Bulu ayam ekor jago untuk anak laki laki, kartun orange dengan ukuran disebutkan dalam bentuk hitungan yang harus kami jumlahkan dulu, nama jelek ditulis disitu, bawang putih, kacang hijau dengan jumlah harus 1963 butir, tas ransel, sepatu, sandal, air minum merk vit warna orange (ini yang paling sulit dicari), malamnya repotlah sampai jam 2 malam harus menyiapkan alat itu. Saya harus masuk kandang ayam tetangga untuk mencabut ekor bulu ayam, ini perjuangan berat sekali perjuangannya.

Besoknya kami masuk jam 7 pagi dengan mata yang masih melawan kantuk harus hadir tepat waktu. Kalau ada yang terlambat, mereka harus berjalan jongkok dari simpang 4 masuk Teknik. Tidak boleh ada yang turun kenderaan dari depan Teknik, teman kami yang diantar oleh kelaurganya harus turun kenderaan di simpang sempat Geulanggang.

Acara pagi-pagi itu kami mengikuti senam tengkorak yang dipandu oleh Mentor SIKAT, umumnya dari Mapala. Ada beberapa instruktur berdiri di depan barisan dengan tangan terlentang ke samping, ganti ke atas, mereka melakukannya dengan baik tanpa menurunkannya. Ini disebut senam tengkorak, saya baru tau kemudian. Saya tidak tau darimana asal usul sebutan nama itu. Tapi cukup bikin tangan pegal bukan kepalang. Kami cuma bisa bertahan 5 menit, sedikit diturunkan maka alamat batu harus dipegang sebagai ganjalan. Tidak usah tanya yang tumbang, banyak sekali, umumnya tidak sarapan dari rumah.

Kami ikut SIKAT selama 3 hari penuh, banyak hal yang diajarkan tentang pengenalan kampus yang tentunya sangat jauh berbeda dengan fakultas lainnya. Bagi saya SIKAT itu sebagai ajang untuk saling kenal satu sama lainnya antar leting dan senior mahasiswa. Untuk sesama leting misalnya, sampai selesai kuliah saya yang dari kampung bisa bergaul dengan anak anak kelas kaya dan kota tanpa memandang sebagai perbedaan pendapatan orang tua. Ini satu contoh bagian dari SIKAT yang memang jadi penting dilakukan. Lalu dengan kondisi sekarangi ini apakah penting SIKAT mesti dipertahankan lagi seperti ketika SIKAT dulu?

Masuk Teknik itu susah, keluarnya lebih susah lagi. Keluar dengan Hormat Teknik tentunya sewaktu wisuda. Saya wisuda pada 14 Mei 2010, tepat 8 tahun sejak masuk pada Juni 2002. Ambil cuti 2 semester. Ketika awal awal kuliah, saya masih teringat seorang dosen kalkulus yang memberikan filosofi kapada kami, lebih kurang beliau megatakan begini: "Kalian ini kuliah di Teknik Mesin, ibarat segerombolan tentara yang dilemparkan di hutan belantara. Kalian dikasi modal dasar sedikit, untuk bertahan dalam hutan dan harus balik ke kota dengan selamat. Jumlah yang selamst tentunya bisa jadi setengah dari yang dilemparkan sewaktu di gunung. Kalian didititip oleh rektorat kepada kami untuk di ospek dengan maksimal waktu tujuh tahun. Bisa aja nanti yang wisuda setengah dari ini. Ada yang mati, sakit ditengah jalan dan tidak lagi punya semangat untuk bisa sampai di markas”

Saya masih ingat gimana susahnya waktu sedang bikin TA, 2 tahun melanglang buana harus berjuang, berat sekali rasanya. kalian yang pernah alami ini tentu sangat paham akan susahnya kuliah di Teknik. Apalagi Teknik Mesin, harus kuat mental seperti baja, tidak boleh cengeng.

Sewaktu ikut SIKAT, kalimat paling sering terdengar adalah: “Turun Ko Dek, Ngak usah Ambel Untong, Ngak Kompak Klean, Anak Teknik Tu Harus Kompak, Klean Masuk sama sama, keluar juga sama sama. Kuliah Itu ngak perlu pande, tapi pande pande klean.”

Sekarang nama SIKAT udah diganti jadi Pakarmaru. Saya alumni yang tidak begitu peduli dengan hal kegiatan alumni dikampus, sebab jika engkau balik kampus, adik leting akan bertanya tentang di mana kerja sekarang, itu sangat menyedihkan bagi yang belum ada kerjaan tetap.

Saat semester awal kuliah, leting 2002 terdaftar mahasiswa 100 lebih. Tetapi yang dapat keluar dengar hormat melalui wisuda di Unsyiah cuma sekitar 45 orang, sisanya ada yang berhenti, korban tsunami dan pindah kampus. Saya termasuk beruntung jadi salah satu dari 45 orang tersebut, yang berhasil keluar dari Teknik Unsyiah dengan terhormat.[]

10 September 2014

9/10/2014 05:44:00 AM

Tips Memasak Mie Instan Dengan Setrika



KITABMAOP - Bagi kamu yang pernah mengalami hidup sebagai anak kost, mie instan tentu jadi makanan paling andalan dan terfavorit saat masa masa genting, apalagi saat memasuki akhir bulan. Waktu datang kiriman uang, malah diantaranya ada yang stok mie instan di lemari satu kardus + telor satu limping. Itu sebagai persiapan logistik bertahan dari kelaparan saat  masa paceklik akhir bulan tiba.

Tidak usah ngaku sebagai mahasiswa kost jika tidak makan mie instan mentah. Anak pesantren tuh paling biasa melakukannya. Ya satu satunya barang makanan melahap mie instan. Cara makannya ada bermacam macam, kalau dengan mentah, itu mie diremas remas dulu, setelah hancur baru deh bumbu dimasukkan ke dalam mie. Langsung lenyap ke dalam perut, lumayan bisa bertahan untuk beberapa jam tentunya.
via bramandityo.kedaiko.de
Cara selanjutnya dengan memanaskan air via dispenser, mie yang sudah diremas, dituangkan air panas ke dalam kantongnya. Lalu dilahap sampai habis. Jika kalian pernah lakuin ini, berarti nasib kita sama, itu jadi pengalaman yang paling berharga tentunya.

Cara yang paling aman memasak sesuai dengan petunjuk di bungkus mie instan itu sendiri, air yang dipanaskan di wajan, panasinnya dengan komphor minyak tanah atau dengan komphor gas. Air mendidih tuangkan mie, ketika sudah direbus, air itu dibuang. Ada yang memilih tidak membuang air tersebut, ini katanya jadi penyakit karena ada bahan untuk pembuatan lilin, benar ngak info itu?

Setelah sekali air kamu buang, lalu kamu panaskan sekali lagi air sampai mendidih, baru kemudian mie yang sudah masak tadi kamu masukkan dalam mangkok/piring. Ohya, untuk menambah rasa, saya biasanya menuangkan kuah ikan dalam mie tersebut, jadi rasanya campur baur gitu. Kalau siangnya ada kewarung, beli ada kuah ayam/bebek dan kambing, jadinya nanti malam kan masih ada sisa kuah itu, nah kuah itu tuangkan dalam mie, dijamin deh bakal kamu makan mie instan rasa kambing. Ya walaupun ngak dapat daging kambingnya, minimal dapat rasanya. Namanya juga anak kost.

Cara selanjutnya, ini yang paling ekstream dan sebaiknya jangan tiru adegan ini. Jika sewaktu minyak kompor habis, atau kompor gas sudah habis, membelinya belum ada duit, lakukan cara ini. Bagi anak kost -lagi-lagi khusus mahasiswa ya- ini cara paling hemat dan benar benar mudah dan gampang banget. Kamu ambil wajan  aluminium atau gayung aluminium, masukkan air ke dalamnya. Lalu ambil setrika baju, panaskan pada volume paling panas,  balikkan saja bagian yang panas ke atas. Setelah uang setrika sangat panas, kamu letakkanlah bagian wajan/gayung tadi di atas setrika yang panas itu. Dan lihat apa yang terjadi. Membikin roti bisa juga dengan permukaan setrika ini. Nanti bakal jadi hasil: roti bakar ala setrika.

Tertarik melakukan? Coba saja, atau ada cara lain memasak mie instan yang paling ekstream yang pernah kamu lakukan? Jika beberapa cara memasak mie di atas pernah kamu lakukan. Berarti kita seangkatan, senasib dan sebahagia itu. []





08 September 2014

9/08/2014 08:33:00 AM

Warung Kopi dan Pengemis Kota






Siapa yang kalian sebel sewaktu minum kopi?
Adalah para penjaja rokok bermerek yang menghampiri meja kita.
Adalah para pengemis kota yang saban hari wajahnya tak jadi asing
Adalah berita berita klasik soal para pejabat mencuri dan senyum sumringah di televisi.

Dua hal yang kita benci sewaktu duduk di warung kopi, Maop.
Para pengemis dan SPG-SPG sok cantik nan seksi yang mengalihkan obrolan kita.

Ketika pengemis datang ke meja warung kopi.
Maka sekali waktu coba engkau jawab sewaktu mereka meminta minta: Maaf, saya juga pengemis, pengemis proyek dan proposal berselubung rapi dan berdasi!

Warkop Romen, 7 Juni 2013







02 September 2014

9/02/2014 11:47:00 PM

"Tuhan Agamamu Apa?"



KITABMAOP- Baru baru ini disosial media dan berita media massa sedang panas kontroversi tentang "Tuhan Membusuk" sebagaimana spanduk itu ditulis Panitia Ospek Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Sunan Ampel Surabaya. Bagi yang sekilas membaca akan salah penafsiran, dianggap menghina. Tetapi mereka panitia punya alasan tersendiri terhadap kalimat itu. Saya tak berani menyimpulkan pada soal benar atau salah. Ketika berita itu mencuat ke publik, saya kemudian teringat pada sebuah sablon baju seorang teman dari Bengkulu, kami bertemu pada acara Rapat Koordinasi Nasional Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) di Asrama Haji Pondok Gede, Februari 2012 silam.

Kalimat sablon di bajunya membuat saya awalnya ternganga dan senyum penuh tanda tanya ketika membaca kalimat itu: "Tuhan, Agamamu Apa?" Kalimat pertanyaan itu tentu akan dianggap sebagai sebuah penistaan agama. Tapi agama yang mana?
via bumibersama.wordpress.com

Sebagian dari kita mungkin tidak asing dengan kalimat itu, saya pada saat membaca di bajunya. Saya mendekati dan berkata soal kerenan baju sablonnya. Saya baru pertama kali membaca kalimat itu selama hidup, tentu saja begitu asing dipikiran. Sebagai yang awam soal filsafat, saya tentu berpikir kurang ajar saati untuk menjawab pertanyaan tadi, emang Tuhan agamanya apa?

Si Teman tadi kemudian menjelaskan alasannya kepada saya. "Semua manusia mengklaim agamanya paling benar, saya mau masuk agama yang dianut oleh Tuhan saja. Hehehe" mendengar jawaban begitu, saya kemudian jadi bengong. Akal saya belum sampai untuk menafsirkan jawaban dia. Dia kemudian menawarkan baju itu untuk saya; Bagus kamu pakai di Aceh. Saya tersenyum dengan pikiran; kalau dipakai di Aceh, jelas berbahaya ini Hahaha
via image.google
Sebagian orang yang sudah mempelajari dan memahami ilmu Tauhid, tentu (mungkin) tidak tersinggung akan pertanyaan itu. Saya bukan orang yang paham soal ilmu Tauhid, ilmu saya belum cukup jauh soal itu.

Pertengahan tahun 2011, Ardha seorang pemuda di Surakarta pernah dilaporkan ke polisi oleh sebuah ormas karena memakai baju kaos bertuliskan:Tuhan Agamamu Apa? di dituduh melecehkan agama dan harus meminta maaf. Iseng saya mencoba googling soal kasus itu, ternyata sangat banyak sekali gambar baju kaos dengan sablon kalimat itu.

Bagi orang yang berpikir dan suka hal lazim, tentu akan suka memakai baju itu. Saya bukan ahli agama dan tidak terlalu jauh untuk mengulas soal itu. Ini hanya catatan kecil saja tentang bertemu dengan orang yang memakai baju kaos dan disablon; Tuhan, Agamamu Apa?

Saya kemudian teringat buku Gus Dur: Tuhan Tak Perlu Dibela. Buku kumpulan kolom dari Gus Dur yang tulisannya di muat diberbagai media. Saya belum semuanya membaca buku tersebut. Adakah diantara kamu yang pernah melihat orang memakai baju tersebut? []