KITABMAOP

Untuk Mengingat Dan Melawan Kesepian

Post Top Ad

#hastek

ESSAI (70) BERITA MEDIA (47) CATATAN HARIAN (47) GoBlog (12) PUISI (11) CERPEN (8)

28 June 2013

6/28/2013 07:28:00 PM

KNPI; Dari Musda ke Musda

tulisan ini telah dimuat di atjehpost.com
[Muhadzdzier M. Salda; Bergiat di Syndicate Sastra Kedai Kupi, Anggota Jama’ah di Forum Diskusi Serikat Pemuda Gampong (SPG)]

MUSYAWARAH Daerah (Musda) XII Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Aceh pada tanggal 28-30 Juni 2013 dilaksanakan di Banda Aceh. Saya ingin menulis beberapa hal tentang organisasi kepemudaan yang selama ini sering dan jadi mitra bagi pemerintah.

Sebelumnya menarik ketika saya membaca status facebook di akun Risman Rachman pada Selasa, 18 Juni 2013. Risman menulis: “Menurut saya KNPI Aceh di bubarkan saja. Benarkah? Jika posisinya sbg mitra pemerintah Aceh sudah ada KMPA atau OKP lainnya yang selama ini mendukung pemerintah Aceh. Jika posisinya sbg mitra kritis pemerintah maka pamor KNPI bakal kalah kritis dari gerakan mahasiswa dan OKP lain yang berafiliasi dengan partai yang mengambil sikap kritis. KNPI Aceh baru dibutuhkan manakala mampu merumuskan POSISI BARU yang mampu menawarkan gagasan cerdas yang mengatasi gagasan yang ada kini namun mengalami kebuntuan di regulasi.”

KMPA yang dimaksudkan Risman adalah Komite Mahasiswa Pemuda Aceh, tempat bernaung pada mahasiswa dan anak muda yang ‘alumni aktifis’ Aceh di Jakarta dan sekarang telah kembali di Aceh. KMPA menjadi tempat berhimpun para pemuda Aceh yang meu-Aceh. Ini sekilas pandangan saya. Mereka aktif terlibat dan mengusung aspirasi masyarakat yang menolak calon independen pada Pilkada Aceh 2012 lalu. Terlepas pro kontra soal calon independen tersebut, setuju atau tidak pada aksi itu, sebuah kerja-kerja besar oleh KMPA dalam mengorganisir rakyat yang menolak calon independen dalam pemilihan kepala daerah telah dilaksanakan.

Saya sepakat yang Risman tulis di status facebooknya. Selama ini memang kiprah KNPI Aceh kurang terlihat kontribusinya dalam pembangunan untuk kepentingan masyarakat Aceh. Apa prestasi besar yang hebat yang telah dilakukan oleh KNPI Aceh dalam mengakomodir kepentingan rakyat, dalam memberikan solusi-solusi yang konstruktif untuk pembangunan Aceh!?

Selama ini yang terlihat, KNPI jadi mitra pemerintah dalam kebijakan pemuda dan tentu saja mereka menenteng proposal ‘mengemis’ dana dari anggaran pemerintah Aceh, yang notabene adalah milik Rakyat Aceh. Jauh sebelum adanya pemerintahan Aceh sekarang, DPD II KNPI kabupaten kota juga melakukan hal yang sama. Gaung dan kiprahnya baru terlihat hanya ketika ada Musda, pelantikan, buka puasa bersama dan leha-leha seremonial tidak jelas lainnya.

Wadah KNPI Aceh sendiri, terdiri dari Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP) tingkat nasional yang mempunyai pengurusan di tingkat provinsi. Ada sekitar 50 lebih OKP yang bernaung di bawah KNPI Aceh dan merekalah yang mempunyai hak suara untuk memilih calon ketua KNPI dalam setiap Musda. Ditambah lagi dengan utusan DPD KNPI kabupaten kota. Lebih dari 50 OKP itu adalah organisasi yang cuma ada ketua dan sekretaris, sekretariat bisa mereka bawa kemana-mana, karena stempel selalu berada dalam barasi sepeda motor, mobil dan atau dalam tas. Cuma beberapa saja yang aktif dan terus melakukan pengkaderan dan kegiatan-kegiatan, itupun bernasib sama, cuma OKP dari musda ke musda. Dan kiprahnya para pengurus baru terlihat ada ketika ada musda KNPI, dengan gaya memakai baju jas kebanggan OKP masing-masing. Saya yakin, kalau Tan Malaka mengetahui hal ini, betapa sedihnya dia di alam kubur.

Maka kerap kecurangan politik uang dimainkan oleh para tim sukses kandidat dan lobi-lobi politik monyet dalam menyukseskan para kandidat untuk berkuasa dan terpilih menjadi Ketua KNPI Aceh. Deal-deal berapa harga sebuah suara dari OKP untuk memilih calon tertentu akan dimainkan di sini. Apalagi KNPI Aceh selama masih diisi oleh kader partai politik, akan melakukan gerakan pencitraaan yang terus berkepentingan pada agenda partai politik tertentu. Seharusnya, KNPI sebagai wadah para pemuda berlatih, menjadi tokoh pemimpin rakyat yang akan meneruskan cita cita dan ideologi bangsa sesuai pancasila dan UUD 45, yang selalu kita agung-agungkan setiap kali upacara tujuh belasan.

Gaya pengurus orang-orang di KNPI Aceh terdiri dari para cecunguk pemuda-pemudi dengan gaya sepatu mengkilat dan ‘terkesan’ orang cerdas dan terdidik. Pemuda gampong si petani miskin, si pemuda peternak lembu, yakinlah tidak akan kita temukan di KNPI. Pengurus KNPI memang kebanyakan pemuda-pemudi yang mengklaim diri para politisi muda yang jadi kader berbagai partai politik tertentu, atau perwakilan OKP yang tidak berafiliasi dengan parai.

Gaya mentereng naik mobil mewah, sepatu mengkilat, baju kemeja rapi bukan kepalang, atau memakai jas kebesaran KNPI sebagai sebuah kebanggaan, atau dengan foto baliho kerap menyapa pejalan raya dengan senyum yang aduhai mempesona. Mereka ini adalah elit yang memang dekat dengan rakyat. Iya, rakyat kelas menengah ke atas. Bagaimana dengan rakyat miskin? Belum tersentuh dengan program-program untuk pemuda miskin yang meukuwin lam tapeh di kampung pedalaman Aceh. Pemuda gampong tidak kenal dengan KNPI. Jarang sekali kita mendengar ada agenda program kerja KNPI yang menyentuh langsung pada pemuda gampong. Kadang pengurus KNPI adalah para pemuda dengan gaya rambut mohawk (tirus) kelangit, sepatu mengkilat runcing, dan memegang smartphone merk terkenal di tangannya. Gagah bukan main!

Bagaimana Seharusnya?
Kalau program kerja KNPI Aceh yang setiap tahun dilaksanakan cuma buka puasa bersama atau dari Musda ke Musda. Acara dari hotel ke hotel. Kegiatan paling-paling melaksanakan maulid, atau acara seremonial atau seminar belaka, yang hanya dihadiri oleh elit-elit pemuda kota gagah berdasi yang tidak paham bagaimana kehidupan pemuda dan persoalan pemuda ditingkat gampong saat ini. Jadi untuk apa dipertahankan KNPI Aceh kalau cuma jadi benalu bagi anggaran Rakyat Aceh!? Toh juga sudah ada KMPA yang memang notabene sekarang ini sebagai tempat berkumpul para pemuda pemuda yang meu-Aceh, sebagai mitra pemerintah Aceh dalam mendukung kebijakan-kebijakan Zaini-Muzakkir.

Kalau posisi KNPI Aceh tidak mampu menjadi sebagai wadah komite pemuda terdepan dalam menyelesaikan segala persoalan-persoalan pemuda yang ada di Aceh, maka selayaknya kita kaji kembali apa yang sudah ditulis oleh Risman Rachman dalam status facebook seperti yang saya kutip di atas: “KNPI Aceh baru dibutuhkan manakala mampu merumuskan POSISI BARU yang mampu menawarkan gagasan cerdas yang mengatasi gagasan yang ada kini namun mengalami kebuntuan di regulasi.”

Kalau saja KNPI Aceh tidak bisa kritis dalam menyikapi berbagai persoalan rakyat Aceh hari ini, untuk apa KNPI dipertahankan di Aceh!?

Harapan kita pada Musda KNPI Aceh kali ini, akan lahir gagasan konstruktif yang dapat menyelesaikan berbagai persoalan di Aceh, menjadi tempat para pemuda Aceh berkumpul dan terus melakukan kegiatan yang tidak cuma buka puasa bersama, tidak cuma buat maulid atau dari pelantikan ke pelantikan selanjutnya. Selamat ber-Musda, Jayalah pemuda Aceh![]

24 June 2013

6/24/2013 08:43:00 AM

Polwan Aceh dan Larangan Berjilbab

Ditengah paksaan mata kita menonton dan membaca berita tentang infotaiment para artis yang cuma bisa mengandalkan kepupoleran semata dan merusak pendidikan generasi kaum muda Indonesia, atau issu tentang naiknya Bahan Bakar Minyak, serta makin terkuaknya kasus suap daging sapi oleh elit PKS, mari kita lihat sejenak tentang issu Polri yang melarang Polisi Wanita (polwan) dilarang menggunakan jilbab ketika sedang berdinas.

Berita tentang larangan ini semakin menarik, kala Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Wakil Sekretaris Jenderal MUI KH Tengku Zulkarnaen akan membawa masalah ini sampai ke Mahkamah Konstitusi. Saya mendukung apa yang dilakukan oleh MUI tersebut. Kita juga apresiasi kepada Komnas Hak Asasi Manusia (HAM), yang menyebutkan larangan Polisi Wanita berjilbab adalah melanggar HAM. Iya, ramai diantara kita tentu sepakat bahwa larangan berjilbab melanggar HAM!

Foto Atra bak google | Ist
Berita tentang polwan berjilbab mencuat ketika seorang polwan bertugas di jajaran Polda Jawa Tengah mengadu kepada seorang Ustad tentang keinginannya mengenakan jilbab; “Sudah lebih dari tiga tahun hati nurani saya menjerit karena sepulang dari menunaikan ibadah haji. Saya berkeinginan besar untuk mengenakan seragam Polri dengan berjilbab,” kata polwan yang tidak bersedia disebutkan namanya itu. Begitu yang saya kutip dari republika.co.id

Di situs facebook juga muncul sebuah page (halaman): Dukung Polwan Berseragam di Izinkan Menggunakan Jilbab. Ini sebagai satu diantara banyaknya dukungan yang diberikan kepada kaum hawa polwan yang ingin melakukan aktifitasnya sebagai polisi dengan menggunakan jilbab. Lalu kenapa ini dilarang oleh aturan Polisi Republik Indonesia?

Aceh, sejak tahun 2001 telah disahkan sebagai provinsi yang bisa menjalankan syariat islam. Satu satunya provinsi di Indonesia yang memperbolehkan perangkat daerah untuk melaksanakan syariat islam secara kaffah. Aturan aturan pelaksanaan syariat islam di Aceh dilakukan dengan adanya Qanun-Qanun (Perda) yang mengatur tentang banyak hal soal kehidupan masyarakat di Provinsi paling ujung Sumatera ini.

Polwan sebagai polisi wanita di Aceh menggunakan jilbab sejak tahun itu hingga sekarang, seorang teman saya dari Jakarta pernah ketika berkunjung ke Banda Aceh dalam sebuah tugas kedinasan, pernah meminta seorang Polwan yang sedang mengatur lalu lintas untuk foto bersama. Unik dan menarik katanya, daerah lain di Indonesia tidak ada polisi wanita yang menggunakan jilbab. Saya yang telah biasa melihat polwan memakai jilbab tentu bukan lagi jadi aneh melihat wanita berseragam polisi memakai jilbab. Mereka memakai celana longgar yang sampai ke mata kaki, ini disesuaikan dengan jilbab. Tentu saja tidak mungkin memakai jilbab kalau memakai rok cuma selutut.

Pernah juga saya mendengar, ada seorang polwan yang dari luar Aceh, ketika dia meminta memakai jilbab kepada atasnya, si atasan malah menyarankan dia untuk pindah tugas ke Aceh. Ini saran seorang atasan yang baik saya kira. Jika saja aturan Polri masih mengekang polwan yang berkeinginan untuk memakai jilbab di daerah lain selain provinsi Aceh, maka ini patut kita pertanyakan dimana kebijakan Polri yang punya toleransi terhadap anggotanya dalam menjalankan ibadah bagi yang beragama islam. Bukankah ini sebuah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia? Saya kira silakan saja Polri memberi izin kepada seluruh polwan di Indonesia yang beragama islam untuk memakai jilbab, tanpa perlu melarang. Karena sama sama kita tau, jilbab merupakan identitas seorang muslim. Juga tidak ada pemaksaan ya bagi polwan muslim yang tidak memakai jilbab, cukup jadikan itu sebagai sebuah toleransi kita untuk saling menghargai sesama.

Polwan polwan di Aceh selama ini juga tidak ada masalah ketika mereka memakai jilbab dalam menjalankan tugas, saya melihatnya justru lebih sopan dan sangat anggun ketika mereka menjalankan tugas, sangat nampak berwibawa. Mereka juga mengaku sangat mudah ketika misalnya ada sosialisasi ke pesantren-pesantren, sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.

Dikalangan anggota TNI KOWAD (Korps Wanita Angkatan Darat) yang bertugas di Aceh juga memakai jilbab, sama dengan polwan. Mereka tampak garang dan anggun. Kapolres Sabang jgua seorang wanita, dia juga memakai jilbab dan tidak ada masalah selama ini. tetapi saya tidak tau, bagaimana ketika mereka ada tugas panggilan ke Mabes Polri, apa disana mereka (polwan Aceh) juga memakai seragam seperti di Aceh.

Oke, menutup tulisan ini, harapan saya jika memang aturan Polri masih melarang anggota wanitanya memakai jilbab, silakan saja mereka yang berkeinginan memakai jilbab untuk pindah ke Aceh. Bergabung bersama teman teman se-dinasnya yang sudah 10 tahun memakai jilbab. Bagaimana, Pak KaPolri? []

23 June 2013

6/23/2013 06:45:00 AM

Qanun Tabung Pohon Bagi Calon Pengantin di Aceh, Kenapa Tidak?

[telah dimuat di www atjehlink.com]
POHON begitu bermanfaat bagi keberlangsungan hidup manusia. Manfaat pohon begitu besar menyumbang keseimbangan alam dimuka bumi ini. Selain untuk sumber makanan bagi manusia, pohon ternyata dapat menjadi penyaring udara yang kotor dari polusi. Pohon juga dapat menyimpan air yang banyak, tempat menyerap air dikala curah hujan tinggi.


ilutrasi tanam pohon

Menabung pohon merupakan hal yang menjadi tanggung jawab bagi semua umat manusia, yang (disadari atau tidak) hidupnya sangat bergantung dengan alam. Pohon sebagai bagian dari alam mesti dijaga dan ditata dengan baik demi keberlangsungan makhluk hidup dimuka bumi. Lalu bagaimana kita bisa mengajak manusia untuk terus peduli pada bumi dengan menabung pohon?

Inilah yang menjadi tantangan bagi kita semua perangkat pemangku kebijakan, semua manusia adalah khalifah dimuka bumi. Sebagai Khalifah, maka menanam pohon adalah salah satu hal yang harus terus dikampanyekan. Sudah menjadi kewajiban bagi manusia sebagai insan yang punya akal dan pikiran untuk terus menjaga alam sekitarnya secara lestari, demi keberlangsungan hidup seluruh makhluk yang mendiami bumi.

Menarik sekali apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat. Dimana setiap calon pasangan pengantin yang akan melangsungkan pernikahan diwajibkan menanam sepasang pohon dilingkungan kantor urusan agama atau tempat publik lainnya.

Aturan ini telah diberlakukan sejak tahun 2003, oleh Kantor Kementerian Agama kabupaten Lombok Barat, NTB.

Lain Lombok lain pula Makassar, pihak Kecamatan Parangloe, Kabupaten Gowa, Makassar, Sulawesi Selatan. Dimana setiap pasangan calon pengantin yang akan menikah, wajib menunjukkan surat bukti telah menaman pohon dari Kelurahan setempat sebagai salah satu syarat untuk melengkapi berkas ketika akan mengurus pernikahana di KUA (Kantor Urusan Agama) setempat.

Dua hal diatas hendaknya dapat menjadi inspiratif bagi daerah lain di Indonesia, untuk menerapkan aturan dan syarat wajib menanam pohon bagi calon pasangan pengantin.

Setiap Pemerintah Daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota, para pemangku kebijakan tentunya dapat menerapkan aturan hukum bagi penduduknya dalam upaya menjaga alam dan lingkungannya dengan menerbitkan Peraturan Daerah (Perda, di Aceh disebut Qanun-red) tentang syarat wajib melampirkan bukti telah menanam pohon dari kecamatan bagi calon pasangan pengantin.

Cara-cara yang kreatif, inovatif dan bermanfaat seperti ini penting dilakukan dalam upaya mengkampanyekan penyelamatkan bumi kita yang semakin hari semakin gundul akibat kerusakan alam akibat dari tangan-tangan serakah manusia. Kita patut bangga dan mengapresiasi kebijakan luar biasa yang diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, yang telah menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Penanaman Pohon Bagi Calon Pengantin Dan Ibu Melahirkan.

Sejatinya, berbagai hal diatas dapat menjadi inspirasi bagi Pemerintah Kabupaten lainnya di Indonesia untuk membuat Perda yang sama tentang kewajiban menanam pohon bagi calon pengantin didaerahnya. Saya tertarik untuk mengaitkan tentang Perda diatas dengan kondisi Pemerintah Aceh. Aceh merupakan satu-satunya Provinsi di Indonesia yang menerapkan aturah hukum Syari’at Islam sejak tahun 2001. segala bentuk aturan hukum yang berlaku di propinsi paling ujung pulau andalas ini tak terlepas dari kata ‘sesuai dengan Syariat Islam’. Jadi, agar ’sesuai dengan Syariat Islam’, mungkinkah Pemerintah Aceh menerbitkan Qanun tentang Penanaman Pohon Bagi Calon Pasangan Pengantin?

Saya kira menggalakkan program menanam pohon sah-sah saja dilakukan karena hal tersebut adalah bagian dari tujuan mulia seorang pemimpin (Khalifah) untuk menyelamatkan bumi. Demi menjaga alam yang bebas dari banjir ketika curah hujan yang semakin tinggi. Pemda Aceh bisa bekerjasama dengan Kantor Kementerian Agama di Aceh, dalam membuat Qanun yang didalamnya mengatur tentang kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemudapemudi Aceh yang akan melangsungkan pernikahan.

Peraturan yang telah dijalankan oleh Pemerintah Kabupatan Lombok Barat dan Kecamatan Parangloe di Makassar, Pemda Kendal Jawa Tengah mestinya menjadi rujukan bagi Pemerintah Aceh untuk membuat Qanun yang didalamnya mengatur tentang kewajiban untuk menanam pohon bagi calon pengantin di Aceh.

Setiap pasangan calon pengantin yang akan menikah, wajib melampirkan bukti/surat keterangan telah menanam pohon di sekitar sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan buku nikah di Kantor Urusan Agama Kecamatan. Jadi, wajib menanam pohon untuk para calon pengantin, Kenapa tidak?

18 June 2013

6/18/2013 12:43:00 AM

Saya, Tiga Puluh Tahun Lalu [3]


AGAK sulit ternyata menulis soal catatan masa lalu dalam sebuah catatan yang rapi dan enak dibaca, aku kurang sekali bisa mengingat dengan baik semisal ada dialog didalam, biar cerita benar benar kuat. Ini adalah upaya melawan lupa, sekecil apapun itu. Tapi kupikir tidak menjadi alasan yang tiba tiba bikin aku harus berhenti menulis disitu. Beberapa hal yang masih terekam dan menjadi kenangan yang baik ataupun buruk sekalipun mesti kucatat. Paling tidak nantinya, tidak lagi bersusah payah berbual bual pada anak nantinya. Biar dia baca seperti apa karena ada sebuah rekaman masa lalu yang suram dan menyenangkan dari seorang ayahnya(Alay ya? Hadeeeuh!)
6/18/2013 12:38:00 AM

Saya, Tiga Puluh Tahun Lalu [2]

Tidak dapat ku hitung berapa kali saya kena rotan yang terbelah tujuh dari Ayah, setiap ada kesalahan berat, selalu saja kena. Seringnya menerima hukuman pada sore hari, yang paling di benci dan sering mendapat hukuman adalah kalau tidak shalat ashar, karena lalai bermain atau mandi disungai. Maka sore harinya sebelum magrib, aku disuruh berdiri di sumur, kalau tidak shalat itu kenak pukul rotan sampai 5 kali. Disuruh hitung sendiri lagi. Ayah tidak pernah menampar atau memukul di punggung, selalu dipukul di betis, atau di telapak tangan. Waled bilang, itu yang di pukul adalah jin yang singgah pada tubuh saya. Makanya diusir, tapi ayah orangnya bisa memukul dengan tanpa emosi.

Ada jeda ketika dipukul dengan rotan, ditanya apa ada sakit? Kalau jawab iya, maka ayah bilangnya ini cuma baru sedikit dari laknat kepada orang orang yang malas shalat. Satu yang aku bangga: Waled tidak pernah menampar, tidak pernah memukul di punggung, selalu di betis. Sekarang aku rindu sekali kenal pukul dengan rotan itu, tapi tak dapat lagi. Dan rotan itu masih tersimpan di atas bara pintu rumah depan, sampai dengan sekarang. Selepas dipukul biasanya nenek datang melerai, sambil menangis yang tersedak-sedak, aku dibawa ke sumur, dimandikan.

Nenek memang orang yang selalu jadi pembela, asal kita jadi rajin dan patuh. Kalau hujan dikala sore tiba, kami selalu mandi hujan dengan teman2, loncat sana sini, itu tak pernah di larang, tak ada sedikitpun ayah khawatir kalau sakit. Paling ibu yang sering mengomel. Selesai mandi hujan, badan basah kuyup bergetar, ngak ada yang dikhawatirkan, nenek selalu memasak air panas di dapur.

Ingat kapan kalian di sunat, Maop? Ya, sewaktu mau naik kelas dua SMP. Seumuran aku waktu itu sudah telat sih, teman sebaya banyak yang disunat kala kelas 6 SD. Pada masa liburan sekolah. Nah, ada cerita menarik teman yang disunat, saling intip punya kawan masing masing. Hhaha, lucu sih, tapi kupikir kalian(laki-laki) juga pernah. Anak anak yang disunat seringnya tetap bandel bermain seperti biasanyadengan memakai kain sarung, pada hari kedua misalnya ada yang ikut bermain bola juga, walau larinya Cuma bisa seadanya, ada yang mandi disungai malah. Hhahaa.

Kawan yang disunat ini membalut buah zakarnya dengan plastik, supaya tidak kenak air, kalau kenak air kan bisa lama sembuhnya. Waktu disunat juga harus pantang banyak makanan, saya cuma makan ikan teri atau ikan asin yang dibakar, dengan kuah sayur bening selama seminggu. Aku tidak pernah keluar rumah bermain ketika disunat itu, seringnya duduk di rumah.

Waled membuka sebuah kedai kelontong di depan rumah, kami saling berganti menjaga kedai. Di kampung saya bukan kedai namanya untuk sebutan kios kelontong, tapi “Gudang”. “Tolong beli Gula sebentar di Gudang Tgk. Saleh” begitu orang sering menyebut dan sebagainya. Aneh memang, daerah Matang Gelumpang dua malam disebut Bank. Ini lebih lebih lucu lagi wak. Hhaha.

Kami menjaga kedai(lebih tepatnya kios) itu secara bergantian sewaktu pulang sekolah, kalau malam seringnya di jaga oleh Ayah sambil membikin tugas sekolah atau mengetik surat dari kantor kecamatan. Ayah punya mesin ketik sendiri, satu-satunya mesin ketik dikampung kami. Banyak orang orang kampung tetangga yang mau bikin surat tanah, surat ini selalu menyuruh sama Waled, dengan upah seikhlasnya. Kalau lagi musim buah-buahan, seringnya dibawah buah. Urusan surat menyurat Waled memang paling lihai. Aku juga belajar banyak kala sekolah. Kalau waktu musim turun ke sawah, kios itu akan ditutup, dibuka pada malam harinya. Aku sama adik atau abang, jaganya sering bergiliran, sering juga kadang ada waktu main bersama, ngak ada yang jaga, kios ditutup, sore harinya kena tegur sama Waled.

Waled punya sebuah sepeda motor, Honda Cup 70, dibeli baru dulunya, persis seperti Si Romlah yang aku pakai sekarang. Makanya kalian Maop, ngak usah terlalu banyak bertanya apa alasanku tetap setia dengan si Romlah. Hueheue. Setelah Waled meninggal, motor itu dijual karena sering mogok-mogok, kami masih kecil2, ngak tau cara merawatnya. Di ganti dengan motor merk Honda Grand bekas pada tahun 1999. Dengan sepeda motor itulah kami sering diajak jalan-jalan kala sore harinya, singgah ke tempat-tempat penting, atau mencari ikan di sawah dengan jaring. Soal kepandaian mencari ikan di sawah, aku belajar banyak hal sama Waled, ngak ada duanya, belum lagi cara mencara mencari burung-burung sejenis unggas yang ada sewaktu padi mulai berbuah. Amboi, indah sekali kalau diingat masa-masa itu. bersambung ke Saya, Tiga Puluh Tahun Lalu [3]

Kantor Fatayat NU, Jum’at, 15 Juni 2012

17 June 2013

6/17/2013 08:51:00 PM

Anak Muda


Yang muda yang berkarya. Slogan klise sebuah iklan rokok yang sering terpampang di sudut kota  kumuh di provinsi kita. Kalimat itu juga kerap kita dengarkan ketika iklan di tipi yang kebetulan lewat ketika kita sedang nonton film manca negara. Atau kalimat itu kerap hadir dan menjadi kuat dalam ingatan kita yang berkesan tentunya.


Anak muda mesti berkarya. Hingga banyak kasus mesum yang kian ramai kita dapatkan di nanggroe kita juga adalah hasil karya anak anak muda yang kreatif. Bayangkan saja mereka bisa bikin sebuah film pendek dengan durasi yang memadai dan jadi tontonan para anak anak remaja yang masih galau dan alay. Itu kadang saja tidak cukup, ada yang selepas malam minggu telat pulang ke kost kontrakan mereka lalu sampailah pada sebulan selepas itu yang wanitanya tidak kedatangan bulan. Ini juga sebuah hasil dari karya anak muda, luar biasa. Jangan tanya mereka masih perjaka atau perawan, itu hal yang tidak dapat dijelaskan dengan kata kata.

6/17/2013 08:44:00 PM

Tarian Tor-Tor dan (Nasionalisme) Kita


Kabar mengejutkan kembali mengguncang masyarakat Indonesia ketika berita di media kembali mencuat soal klaim tarian dari Indonesia oleh Pemerintah Malaysia. Bukan kali ini saja, kita tau bahwa belakang juga ada Tarian Reog asal Ponorogo - Jawa Timur, Tari Pendet asal Bali pernah muncul dalam iklan pariwisata Malaysia di Discovery Channel. juga ada masih banyak tarian dan kebudayaan dari Indonesia ditiru oleh Malaysia dengan mengklaim bahwa itu berasal dari negeri mereka.
Kali ini tari Tor-Tor dari Mandailing dan alat musik  Gordang Sembilan , Sumatera Utara juga sedang akan diklaim bahwa itu adalah milik Malaysia.  Tari Tor-Tor selalu disajikan dalam upacara adat masyarakat Batak. Tarian ini ditarikan sebagai bagian daalam upacara-upacara adat untuk menghormati para leluhur masyarakat Batak.

Sumpah serapak kita akhirnya menjadi hal yang meluas di dunia maya, menyumpahi Malaysia dengan berbagai cara dan kreatifitas sebagai alat untuk melawan atas klaim itu. Esok lusa yakinlah isu ini semakin meluas ke publik dan mengalah isu politik yang sedang panas-panasnya selama ini.
Ada pepatah klasik yang kerab kita abadikan dalam ingatan kita, kita tak pernah memiliki sebuah hal benda kalau itu masih terbengkalai tak terurus, ibaratnya katakanlah sebuah lahan luas di gunung yang kian berantakan karena hutan belantara, nah ketika ada yang mengklaim mau dibikin pabrik ini itu, atau ada yang datang HGU (hak Guna Lahan) barulah kita mengklaim bahwa itu milik kita, sedangkan ketika di tanya dimana buktinya semisal menunjukkan surat menyurat, kita tak pernah memiliki. Lalu apa lahan liar itu dengan Tari Tor-Tor yang di klaim Malaysia sekarang ini? adakah bukti/sertifikat terdaftar kuat bahwa itu milik kita, bangsa Indonesia?

Barulah kita ribut dan marah marah ketika Malaysia mengklaim bahwa itu milik mereka. Dulu kita tak pernah mendaftarkan Tarian itu dan mendapatkan pengakuan dunia. Sekarang, ketika itu sudah menjadi milik orang lain, barulah kita (juga) merasa memilikinya.
Nasionalisme kemudian muncul seiring masyarakat Indonesia merasa kembali punya musuh yang sama, Malaysia. Tak ada yang salah memang dalam persatuan, tetapi kenapa ketika kasus-kasus saling hajar, berantam, dan rusuh antar sesama warga masih sering terjadi di kampung kita?
Kalau sudah ada klaim dari Malaysia macam begini rupa, kita akhirnya baru sadar, bahwa nenek moyang kita telah dari dulu mewariskan sebuah kebudayaan sebagai identias sebuah suku atau sebuah bangsa yang beradab.  Apa artinya sebuah bangsa tanpa ada sebuah adat dan budaya?
Bagi kalian yang merasa memiliki sebagai sebuah bangsa yang beradat dan berbudaya, sudah sepantasnyalah mulai dari sekarang ini untuk terus menjaga dan mempelajari tarian yang ada di daerah masing-masing, agar regenerasi kebudayaan akan sambung menyambung ssebagai asset khasanah budaya bangsa tentunya.

Kenapa Malaysia suka dengan tarian Indonesia? mereka tau bahwa masyarakat Indonesia adalah orang orang yang lupa dengan adat dan kekayaan budayanya sendiri.  Lihatlah, anak-anak remaja dan para ababil kita lebih suka tarian Lady Gaga, Justin Beiber atawa tarian/dancer boyband Super Junior dari K0rea daripada mempelajari tarian dari negeri sendiri. Anak-anak remaja kita lebih suka gaya berpakain ala Korea dengan potongan rambung sebeng dan mengkilat daripada harus bersusah payah menari tarian ‘kuno’ hasil warisan nenek moyangnya.
Masyarakat kita telah lupa dengan bagaimana kekuatan sebuah adat dan budaya patut dilestarikan dan menjadi kekuatan sebagai sebuah bangsa yang kaya akan khasanah budaya di mata dunia. kita terllau bangga dengan adat dan gaya ala barat. mereka telah bisa merecoki pikiran dan imajinasi kita dengan mengikuti gaya mereka akan terkesan trend.

Anak anak kita yang baru lahir juga lebih bangga kita pertonton kepada mereka lagu-lagu dari barat, kita lupa dengan warisan lagu/tarian dari bangsa sendiri yang tak kalah juga kerennya. Lihat, tari Saman dari Aceh sudah menjadi warisan budaya dari Aceh yang diakui di dunia. Ada ramai orang luar yang sedang akan mempelajari tari Saman dan mereka bangga dengan Tarian itu. Lalu bagaimana dengan kita? Apa masih menunggu kedepan tarian Tor-tor akan di daftarkan oleh pemerintah Malaysia ke PBB bahwa itu adalah tarian dari kampung mereka (Malaysia)? []
6/17/2013 08:31:00 PM

Saya, Tiga Puluh Tahun Lalu [1]


Pengantar: Sengaja kutulis Catatan Harian kumuh dan kumal ini sebagai pengantar hidup sejauh mana sudah aku melangkah di bumi ini dan bersyukur atas kuasaNya. sebagai bahan ingatan jika sewaktu-waktu aku meninggal, sebagai bahan tertawaan buat diri sendiri dan kenangan bagi keluarga.”Ini djaman boeroek bagi pikieran dan imajinasi, maka kami menulis cerita diri sendiri” begitu tidah Do Karim.

Semenjak kecil saya hidup dengan didikan yang keras dari keluarga. Sering dengan pendidikan disiplin dan kerja yang keras, semasa kecil sudah di didik untuk giat bekerja dan membantu sesama saudara kandung dan lingkungan. saya tidak pernah sepakat kalau anak-anak yang membantu usaha atau kerja ayahnya di sebut pelanggaran Hak Anak. selama itu adalah sebuah didikan untuk menempa hidup, kenapa tidak? Almarhum ayah saya seorang guru sekolah dasar di dekat-dekat kampung kami. Ibu saya seorang petani yang sehari hari pergi ke sawah kala musim tanam padi tiba. Dalam waktu luang itu, ibu terkadang menjadi pekerja yang mengupah pada sawah orang. Ibu saya sekolahnya Cuma tamat SRI (Sekolah Rakyat Indonesia, setingkat dengan MIN/SD sekarang).


Semenjak kecil, ayah telah menjadi yatim. Beberapa cerita masa kecil ayah saya dengar dari cerita nenek dari pihak ayah yang bercerita sewaktu-waktu kadang kala kami menjadi bandel tidak menjadi tauladan seperti Almarhum ayah. Eh, dalam keluarga kami panggilnya Waled. Cerita soal waled juga kami dengar hingga sekarang pada waktu kami telah menjudi dewasa. Waled meninggal pada Maret 1999, saya masi kelas satu STM Bireuen. Ibu masih sangat muda, sewaktu Waled meninggal, umur Mak sekitar 40 tahun, Mak dulunya menikah pada umur 16 tahun, beda jauh dengan Ayah yang berumur 30 tahun. Soal bagaimana cinta ayah sama Mak, nanti pada bagian lain akan kuceritakan khusus. :)

Sebelum masuk sekolah MIN, saya sudah sering di bawa ke sawah oleh Mak, Waled (ayah) seorang guru disekolah dasar di ibu kota kecamatan Gandapura. Beberapa kali dipindah ke sekolah pedalaman karena Waled tidak mau menjadi kepala sekolah, hingga kewajiban tugas Waled untuk wajib membantu kantor kecamatan pada hari selasa dan hari sabtu. Dinas kecamatan menyuruh itu sebagai sangsi karena waled tidak mau menjadi kepala sekolah.

Waled saya juga seorang Tengku imum di kampung, namanya di kalangan dunia sekolah kecamatan lebih dikenal dengan nama “Pak Salda”. Kalau di kampung seringnya dikenal dengan panggilan Tgk. Saleh. Salda itu berakronim dari Saleh Daud. Daud adalah nama dari ayahnya. Sering kali terjadi ketika ada guru atau orang dinas kecamatan yang datan kerumah saya mencari alamat rumah bertanya pada orang kampung, bertanya Rumah Pak Salda, banyak orang kampung tidak tau.

Masa kecil disawah sebelum masuk sekolah, sering dibawa ibu ke sawah, karena kalau ditinggal dirumah tidak ada yang menjaga, nenek juga sering sakit-sakitan, sebagai anak ke empat dari 7 bersaudara. Kami semua keluarga besar. Banyak anak banyak rezeki. Begitu yang kerab terdengar. Dalam keluarga, 4 laki-laki dan 3 perempuan. Yang perempuan semua sudah menikah, sedangkan yang lelaki belum ada satupun, saya lelaki yang kedua dalam keluarga setelah abang saya –yang juga belum menikah Heuheu- padahal dia sebenarnya sudah lebih mampu dan mapan dari berbagai bidang dari saya. :D Abang saya seoang guru bahasa inggris sejak tahun 2005 di SMK Krueng Geukueh, Lhokseumawe.

Anak yang pertama adalah kakak saya, juga seorang Guru Agama di SMK 2 Banda Aceh, seorang ibu dengan tiga orang anak. kakak yang kedua bekerja juga tidak jauh jauh dengan dunia pendidikan, tepatnya staf dinas pendidikan provinsi Aceh. Ya, sebagai keluarga yang ayah berprofesi sebagai guru tentunya ramai kita temui anak-anaknya akan menjadi guru. Adik saya yang perempuan sudah berkeluarga, baru selesai sarjana pendidikan di Universitas Al-Muslim. Ada adik saya dua orang lagi yang sedang semester akhri di Unimus juga kuliah di fakultas keguruan. Oh ada satu lagi yang bungsu, yang paling tampan yang beriman dalam keluarga kami. Sekarang mahasiswa di FKIP Unsyiah, juga kuliah di keguruan. Cuma saya yang kuliah non-guru, tidak ikut tradisi ayah. Dapatkah kita bayangkan seandainya tidak ada guru di dunia ini?

Masa kecil saya adalah masa hidup yang keras bukan kepalang, didikan dalam keluarga juga lebih kerasnya hingga terbentuk karakter saya seperti hari ini. Susah untuk lemah lembut, seringnya kasar. Tapi satu hal yang jangan kalian pertunjukkan pada saya, jangan perlihatkan wanita meneteskan air mata. Saya tidak bisa saksikan adegan itu. Saya luluh walau seberat apapun emosi sedang memanas. Semasa kecil kami sebagai anak anak Waled sering kenak pukul dengan rotan sebesar jempol orang dewasa yang telah di belah menjadi tujuh bagian. Tentu saja ada alasan yang kuat kenapa saya dipukul ayah, kalau sama Mak seringnya di jewer dibagian perut, atau dengan tali timba sumur. Dapat kalian bayangkan gimana sakitnya, Maop?

Pernah sekali waktu sepulang sekolah saya tak pergi mengaji di dayah pada siang harinya karena mandi disungai, sepulang main bola sore hari, sebelum azan magrib menggema, ayah belum pulang dari sekolah. Mak yang sejak siang marah betul karena tidak makan siang selepas ganti baju, langsung mengambil tali timba yang ada disumur, kala itu saya mandi sore sehabis main bola. Malamnya mengaji di Meunasah. Ingat betul kala itu, sampe lima kali Mak memukul saya dengan tali timba, sakit dan lembamnya bukan kepalang, kalau lari tentu akan lebih parah lagi, saya menangis menjadi jadi sambil berucap ngak akan mengulangi perbuatan jelek itu. Nenek yang dari dapur lagi memasak keluar, dibawa handuk untuk mengelap badan saya. Sambil mengucap: “kasep…kasepp…” saya dibawa masuk ke dalam rumah, sampe dalam rumah diolesi obat di betis sya yang kena pukul dari Mak, ayah belum juga pulang. (Bersambung….) Saya, Tiga Puluh Tahun Lalu [2]

Lamnyong, Kamis, 14 Juni 2012. Menjelang Ashar

16 June 2013

6/16/2013 08:24:00 AM

Menunggu Janda





Illustrasi | Gambar Orang
Samir duduk diam termangu di tangga rumah panggung peninggalan orang tuanya. Wajah lesu tak bergairah menampakkan kalau ia sedang mengalami sesuatu hal yang paling buruk semasa hidupnya. Seburuk status yang disandang selama ini, perjaka tua.

Umur kepala empat bukanlah masa yang baik untuk seorang lelaki yang masih perjaka. Perjaka ting-ting! Pekerjannya sebagai guru sastra di sekolah menengah pertama tak selamanya membuat ia bisa menikmati hidup ini dengan bahagia. Sebagai lelaki yang sudah lebih separuh baya, belum memiliki pendamping hidup bukanlah hal yang tepat. Sedang adiknya Rohid telah lama berkawin dan telah punya anak tiga. Ketiga-tiganya perempuan. Samir bukan tidak bisa kawin bersebab harga emas untuk membayar mahar perempuan di Aceh yang terlalu tinggi. Tidak! Bukan itu alasan Samir belum berkeluarga. Ia pernah ungkap padaku ketika lebaran haji lalu berkunjung ke rumahnya dengan istriku yang dulunya satu sekolah dasar dengan Samir.

Maknya pernah menawarkan si Romlah kepadanya. Janda beranak dua yang di tinggal mati suaminya ketika sebuah peluru nyasar kian hari menyalak di kampungnya. Tapi Samir menyebut tidak sedikit pun menaruh perasaan pada Romlah. Tak paham ia ketika banyak duda dari kampung sebelah yang mengincar Romlah. Sedang Samir menolak mentah-mentah janda Romlah itu. Padahal, Romlah boleh di kata seorang janda cantik dengan tinggi semampai. Kulit Betisnya saja kuning langsat membunting bak biji padi yang menguning. Halus mulus tanpa polesan. Tapi Samir tak juga keluar air liurnya melihat ustadzah itu. Tubuhnya yang ranum menampakkan kalau ia masih bisa memberikan anak untuk Samir. Kini Romlah hanya menjadi guru mengaji anak-anak di balai dayah Haji Suman di kampungnya.

Samir perjaka waktu ia masih kuliah di Darussalam adalah sosok wajah lumayan tampan. Kepalanya yang tampak botak menunjukkan kalau ia seorang mahasiswa yang pintar, apalagi di tambah dengan memakai kacamata seakan menunjukkan ia orang yang pintar. Beberapa mahasiswi pernah menaruh perhatian padanya. Entah saja mahasiswi itu melirik Samir yang punya sepeda motor merek Honda Cup 70 kala itu. Jarang sekali mahasiswa bisa pakai sepeda motor di tahun 80-an waktu itu. Para mahasiswi itu ada yang mengajaknya menemani mereka ketika membuat tugas di perpustakaan kampus. Tapi Samir tetap saja menolak ketika seseorang dari mereka mengajak kencan malam mingguan. Samir ingin menjaga perasaanya pada Nurol, seorang aktivis dakwah di kampusnya. Sosok perempuan yang pernah menolak cinta Samir ketika mereka minum bandrek di depan BRI Darussalam. Nurol menolak dengan halus. Tidak pula ia jelaskan alasannya kenapa. Gundah gulana benar hati Samir ketika itu. Pernah pula ia berpikir untuk meloncat saja ke krueng Lamnyong ketika cintanya kepada Nurol bertepuk sebelah tangan.

***
Pagi itu Samir tertegun ketika sebuah sepeda motor melintas di depan rumahnya. Sepasang suami istri mengendarainya. Mereka terkesan mesra sekali. Mirip sepasang pengantin baru menikah, walau sebenarnya sepasang suami istri itu telah berumah tangga sepuluh tahun lalu. Tercengang Samir melihat kejadian itu.

“Bukankah itu Kasem?” ia mengucap dalam hati. Ia tertegun membisu. Detak jantungnya seperti terhenti. Berlinang air mata Samir melihat sepasang pasutri itu melintas. Wajahnya tertunduk lesu melihat kejadian itu. Tak kuasa ia melihat Kasem telah memperistri Nurol. Kasem teman seperjuangannya di kampus.

“Aku masih menunggumu Nurol, kutunggu jandamu walau engkau telah jadi nenek nantinya, hanya padamu aku masih berharap cinta dan kasih sayang. Aku masih berharap engkau akan jadi ibu bagi anak-anakku”

Setelah berkata seperti itu dalam hatinya, Samir ke kamar merebahkan badannya yang layu. Otot-ototnya lemas terkulai. Sorot tajam matanya memandang ke sebuah foto dalam bingkai besar di dinding kamarnya. Di bawahnya bertuliskan sebuah kata-kata begini; Permataku Yang Hilang, Kutunggu Jandamu. [Harian Serambi Indonesia, 4 Oktober 2009]

Darussalam, 2 Juni 2009
6/16/2013 04:51:00 AM

PUISI PUISI Tentang Kopi


Cintaku Dalam Segelas Kopi

Tak ada yang lebih nikmat kala senja turun sore hari. Engkau duduk manis semanis hitam wajahmu. Jilbabmu diterpa angin sepoi sepoi. Setelah gelas kopi pancung kuat dalam genggamku tertumpah. Lalu tiba tiba. Senja berhenti, laut tak lagi bergelombang. Angin sunyi. Membeku.  Boat boat  nelayan berhenti mendadak. Mesinnya mati. Orang orang di pantai mematung. Senja itu berhenti, lama sekali. Detik jarum jam di tangan kita juga tak berdetak.  Berjam jam waktu tak berjalan. Burung terbang di langit terhenti diangkasa. Semua makluk dan roda putar alam berhenti. Aktifitas alam semua terhenti. Berjam jam, berhari hari, berbulan bulan, bertahun tahun. Aku menatap wajahmu sambil sodorkan segelas kopi, tak ragu ku ulang kata kata tadi: "aku mencintaimu, dekNong. Segenap alam berhenti, sebagai hormat restui atas cintaku padamu"  Engkau meminum kopi. Alampun berjalan, setelah sekian tahun lamanya berhenti.
6/16/2013 04:45:00 AM

Perilaku Elit PKS

Dugaan korupsi yang menimpa Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishak (LHI) yang pada beberapa waktu lalu menjadi berita yang cukup menghebohkan jagad media tanah air. Saya tidak menyebut LHI sebagai mantan Presiden PKS, karena ketika dia ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) posisinya masih sebagai Presiden PKS. Baru kemudian dia ‘dilengserkan’ secara legal oleh Majelis Syuro PKS dengan alasan menyelamatkan partai dan sebagai komitmen mereka dalam mengikuti proses hukum di KPK. Lalu terpilih Anis Matta yang sebelumnya menjabat sebagai SekJend PKS, menjadi Presiden PKS. Kudeta secara ‘beradab’ kah dikalangan para ustad-ustad politisi ini!?

Mungkin tidak ada yang tau pasti dengan ‘kudeta’ yang dilakukan oleh Anis Matta Cs secara diam-diam melalui tangan-tangan KPK. Tujuan Anis Matta bisa jadi baik, ingin selamatkan PKS dari kehancuran tangan-tangan Ahmad Fatanah dan Luthfi Hasan Ishaq yang telah tercium gelagat buruk oleh kubu Anis Matta Cs. Secara dia tidak enak hati jika memang secara langsung melengserkan LHI hingga jadi tersangka oleh KPK.

Sebagai rakyat kita resah dan gelisah melihat kondisi perangui para pemimpin partai politik dinegeri kita yang diam diam mencuri uang jatah untuk rakyat. Kasus yang menimpa PKS, bukan pertama kalinya terjadi dalam tubuh elit politisi. Sebelumnya juga ada kasus Anas Urbaningrum yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK –juga sewaktu dia masih menjabta sebagai Ketua Umum Partai Demokrat- karena kasus korupsi proyek Hambalang. Nama Anas telah berkali kali disebutkan oleh Nazaruddin dalam masa persidangan di pengadilan.

Tetapi saya ini mencoba analisa tentang kondisi carut marut para elit PKS dalam membela partainya. Melawan KPK dan menuduh KPK telah dimasuki oleh ‘roh jahat’ dengan balutan konspirasi tingkat tinggi demi meruntuhkan PKS jelang pemilu 2014. Bagaimana tidak, Partai Keadilan Sejahtera yang mengusung tagline; Bersih dan Peduli, akhirnya terseret kasus mencuri uang rakyat. Kita tau bahwa, PKS adalah partai para dedengkot elit yang berjenggot dengan tipe karakter kader mereka adalah kalangan para ustad-ustad yang begitu paham makna mencuri adalah berdosa.

Tapi inilah politik! Seorang malaikat saja bisa khilaf kalau menjadi politisi di Indonesia ini, leluconnya begitu. Mari kita bertanya pada diri sendiri, Adakah partai yang benar benar bersih di Indonesia ini? Saya bisa melihat tidak ada sama sekali, para elit politisi boleh jenggot dan kupiah menjulang tinggi langit, ada yang menjadi khatib, mengeluarkan ayat demi ayat dalam setiap kesempatan mereka berpidato dihadapan rakyat. Menjula obat mujraba untuk merebut hati pemilih dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat.

Ini Indonesia, Bung! Kondisi politik yang prgamatis hingga kemudian terjebak para politisi yang awalnya idealis ke dalam lembah yang cukup curang; mencuri! Partai yang membawa-bawa misi islam sekalipun, pasti akan lakukan berbagai cara untuk mendapatkan kekayaan partainya, karena biaya kampanye begitu besar di Indonesia. Apalagi pemilu 2014 sudah didepan mata, maka elit elit politik melakukan berbagai cara untuk dapatkan uang/biaya untuk kampanye partai mereka.

Sayangnya para cecunguk PKS yang berasal dari bawah, yang selalu melakukan kampanye door to door akhirnya harus membela para petinggi mereka yang korup. Membela para qiyadah (pemimpin) mereka dari serangan media dan lawan partai politik lain. Harus melawan orang orang yang mengkritik dan menghantam PKS, dengan berbagai alasan yang mereka usung, hal yang paling kerap mereka lemparkan ke publik adalah: ini agenda konspirasi untuk menjatuhkan PKS!

Jika itu alasan yang terjadi, maka dipastikan bahwa mereka adalah para kader fanatik buta yang tidak kritis dalam melihat tingkah laku elit politik di PKS, kader kader di bawah yang disuruh hidup secara sederhana, tetapi mereka para petinggi partai hidup dalam serba mewah. Sewaktu penyitaan mobil LHI misalnya dikantor PKS, publik tergengang dengan mobil-mobil mewah yang dikendarai oleh elti PKS.

Jadi dimana letah hidup sederhananya. Kader bawah kena tipu kah? Kader partai politik memang buta. Tidak kritis dalam membaca tanda tanda prilaku elit partai mereka. Kader yang telah dididik untuk tidak boleh curiga pada qiyadah PKS. Tidak boleh su’udzon dalam memandang prilaku para elitnya. Dan juga, elit PKS selalu mengkampanyekan kepada kader partai mereka, bahwa ini adalah cobaan dalam perjuangan dakwah mereka menuju cita cita dakwah. Bentuk cobaan yang terjadi pada perjuangan mereka. Ada kekuatan kekuatan yang besar yang tidak sepakat dengan cita cita mereka untuk menjadi penguasa dan pemenang pemilu di tahun 2014.

PKS yang pada tahun 2009 mengusung jargon kampanye: Bersih dan Peduli akhirnya harus menelan ludah mereka sendiri dengan adanya kasus LHI dan Ahmad Fatanah ini. Jargon bersih dan peduli yang mereka usung akhirnya ibarat meludah ke atas langit yang akhirnya jatuh ke wajah mereka sendiri. Tidak beda jauh dengan kondisi partai Demokrat yang mengusung jargon: Katakan Tidak Pada Korupsi, lalu diplesetkan oleh publik menjadi: Katakan Tidak Pada(hal) Korupsi.

Kondisi alam politik di Indonesia memang saling sikat saling sikut, saling hantam lawan politik dengan berbagai cara demi merebut suara pemilih menuju kemenangan partai. Walau yang dilakukan adalah diluar adab, moral dan etika. Yang menang merasa bangga, yang kalah merasa tidak punya keahlian dalam mendapatkan hati rakyat Indonesia.

Rakyat sudah semakin suntuk dan malas menonton prilaku elit politisi di negeri ini, tidak ada tempat bagi orang orang yang melakukan korupsi selain diciduk KPK dan dimasukkan ke penjara. KPK sampai hari ini masih mendapat kepercayaan publik untuk terus memberantas korupsi di Indonesia. Sulit bagi para politisi untuk melawan KPK ketika sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kita paham pekerjaan KPK adalah pekerjaan menciduk para politisi dengan penuh tanggung jawab dan berpijak pada aturan hukum tentang penanganan pemberantasan korupsi. Terakhir saya ingin mengutip apa yang telah Nurcholis Madjid sejak puluhan tahun lalu; Islam Yes, Partai Islam, No! Maka jangan sekali kali PKS mengklaim sebagai partai islam, kalau prilaku elit mereka ‘melukai’ ummat islam dengan mencuri uang rakyat secara biadab.[]